Apa itu Pendidikan Agama Kristen di Gereja dan Sekolah? Untuk menjawab pertanyaan ini maka baca artikel ini sampai selesai. Sebab jika tidak selesai membaca maka akan berdampak pada salah persepsi terhadap judul artikel ini. Mari kita mulai dengan bagia pertama dan seterusnya.
1. Pendidikan Agama Kristen di Gereja
Pendidikan Kristen di Gereja dilaksanakan dalam berbagai kategori seperti Sekolah Minggu dan katekisasi. Selain itu melalui khotbah-khotbah yang berbentuk pengajaran doktrin seperti Allah Tritunggal, Yesus Kristus, Roh Kudus, Gereja, Akhir zaman, pengajaran tentang malaikat, pengajaran tentang iblis dan cara kerjanya. Pengajaran tentang ajaran-ajaran sesat. Pengajaran tentang Alkitab adalah firman Allah yang memiliki otoritas untuk mengukur doktrin dan perilaku orang Kristen. Intinya Gereja berperan dalam pendidikan Kristen, baik itu melalui pengajaran maupun keteladanan hidup anggota jemaat yang dapat memberi didikan kepada siswa atau orang yang membutuhkan pendidikan Kristen.
Gereja tidak hanya mendidik melalui pengajaran Kristen tetapi juga melalui kehidupan nyata. Tentang hal ini seorang pakar Pendidikan AGama Kristen yaitu Iris V. Cully menyatakan: “sejak permulaan gereja telah menjadi masyarakat yang mengajar” (Cully, 1995:3).
Pernyataan di atas menegaskan bahwa dimanapun dan kapan saja Gereja merupakan masyarakat yang tetap meneruskan pengajaran. Gereja tidak hanya mengajar tetapi juga melalui keteladanan hidup, baik melalui pendeta atau gembala-gembala sidang, majelis dan anggota jemaat juga dapat menolong siswa dalam nilai-nilai Kristiani. Jadi, Gereja menjadi tempat kedua para siswa mendapat pendidikan Kristen.
Pendidikan Kristen yang dilakukan di Gereja adalah pendidikan yang berporos pada Yesus Kristus. Yesus dalam pelayanan-Nya tidak mengabaikan tugas mengajar. Penulis Injil Matius mencatat 9 kali kata mengajar yang menunjuk pada kegiatan Yesus. Injil Markus mencatat 15 kali, dan Lukas 8 kali. Maka mengajar itu merupakan bagian yang amat penting dalam pelayanan Yesus.
Tempat mengajar Yesus itu berfariasi, yaitu di bait Allah, di rumah ibadat (sinagoge), di pantai danau atau perahu nelayan, di bukit dan di tempat yang datar. Tempat tidak menjadi kendala Yesus melakukan tugas pendidikan. Salah satu tugas pendidikan itu yakni mengajar. Pemahaman ini sesuai dengan pandangan Clementus. Menurut Clementus dalam Robert R Boehlke (2002:106) , pendidikan adalah kata yang dipakai dengan cara yang bermacam-macam. Ada pendidikan dalam arti kata seorang yang sedang dibimbing dan diajar, pendidikan juga merangkum tindakan yang berhubungan dengan tugas membimbing dan mengajar.Selain itu pendidikan menyangkut proses bimbingan dan hal-hal apa saja yang diajarkan. Pendidikan yang diberikan Tuhan merupakan tindakan menyampaikan kebenaran yang akan menuntun seseorang secara benar kepada suatu relasi dengan Tuhan dan kepada usaha mengaplikasikan perilaku suci dalam kehidupan setiap orang.
2. Pendidikan Agama Kristen di Sekolah
Pendidikan Kristen di sekolah didasarkan pada kurikulum yang didalamnya telah ditentukan standar kompetensi, kompetensi dasar serta indikator-indikatornya. Dalam kurikulum berbasis KKNI dipakai istilah Capaian Pembelajaran dan indikator Capaian Pembelajaran. Pendidikan Kristen di sekolah memiliki pengaruh yang kuat atas diri siswa di sekolah karena para siswa telah, sedang dan akan menghadapi berbagai pengaruh gerakan yang pada satu sisi dapat menggoyahkan iman, tetapi sisi yang lain dapat memperkaya. Salah satu gerekan yang mempengaruhi dunia pendidikan adalah Gerakan Zaman Baru.
Berdasarkan pemahaman demikian maka penting memahami Pendidikan Kristen yang diselenggarakan di sekolah berdasarkan pendapat-pendapat pendidik Kristen yang diambil dari beberapa literatur Kristen. Berikut ini para pendidik Kristen tentang pendidikan Kristen di sekolah.
Di sekolah, mulai dari satuan pendidikan seperti SD, SMP, SMA/SMK dan universitas seperti Perguruan Tinggi, Institut dan sekolah tinggi, termasuk sekolah tinggi teologi diajarkan tentang apa yang diharapkan dan dituntut oleh suatu kebudayaan”. dapat dilakukan melalui kegiatan mengajar dan memberi teladan (sikap hidup atau perilaku guru yang sesuai dengan ajaran Kristen). Keteladanan adalah cara mendidik melalui perilaku yang baik dari setiap pendidik Kristen atau guru di sekolah yang akan mempengaruhi peserta didik atau siswa di sekolah. Sedangkan mengajar melibatkan pemberdayaan intelek individu untuk meningkatkan tubuh, pikiran dan jiwa. Hal ini tidak berarti bahwa keteladanan tidak melibatkan pikiran dan jiwa. Pikiran sangat diperlukan dalam kehidupan karena dengan pikiran itulah kemudian setiap orang mengaplikasikan apa yang diketahuinya dalam perilaku hidupnya.
Berdasarkan paparan di atas menjadi jelas bahwa dalam pendidikan terdapat dua interaksi yaitu orang dewasa yang dalam konteks sekolah disebut guru dan orang belum dewasa yang dalam konteks sekolah formal disebut peserta didik. Dalam pendidikan Kristen di sekolah dibutuhkan peran guru-guru. Secara keyakinan, peserta didik membutuhkan guru-guru Kristen yang dapat memberi pengajaran dan keteladanan yang baik. Guru adalah mereka yang memiliki tekad dan kemauan tidak pernah berakhir untuk memastikan bahwa semua siswa mengambil kendali dari belajar mereka sendiri dan mencapai potensi maksimum mereka, sambil terus berusaha untuk 'mencapai dan mengajarkan' setiap siswa di bawah perawatan mereka. Guru Kristen mengajar dengan pandangan untuk membuat siswa berkembang menjadi individu yang yang lebih baik. Untuk memahami pokok-pokok pengajaran dalam pendidikan Kristen maka deskripsi berikut ini akan memaparkan pengajaran-pengajaran Kristen dalam berbagai teori tentang Pendidikan Kristen di sekolah.
Adanya Pendidikan Kristen atau pendidikan yang bernafaskan keyakinan Kristen di sekolah memberi faedah-faedah seperti yang disampaikan E. G. Homrighausen dan I.H. Enklaar (1996: 151-152), sbb:
(1) Gereja dapat menyampaikan Injil kepada anak-anak dan pemuda-pemuda yang sukar dikumpulkan dalam PAK gereja sendiri, seperti Sekolah Minggu dan Katekisasi.
(2) Anak-anak yang menerima pendidikan Kristen di sekolah akan merasa bahwa pendidikan umum dan keagamaan ada hubungannya
(3) Meringankan beban biaya Gereja yang harus dikeluarkan untuk pendidikan Kristen di sekolah
(4) Agama mulai menjadi bagian kebudayaan setiap rakyat (Ibid, 151-152)
Sedangkan Pendidikan Agama Kristen di sekolah berbasis karakter kasih Menurut I Korintus 13:4 dengan indikator sbb:
a. Murah hati
b. Tidak cemburu
c. Tidak memegahkan diri dan tidak sombong
d. Tidak melakukan yang tidak sopan
e. Tidak mencari keuntungan diri sendiri
f. Tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain (tidak bersedia memaafkan orang yang bersalah padanya)
g. Tidak bersukacita karena ketidak adilan tetapi karena kebenaran
h. Sabar menanggung segala sesuatu
Ciri-ciri pendidikan Kristen
Beberapa ciri yang menandai Pendidikan Agama Kristen dapat dipaparkan sebagai berikut.:
(1). Mempertemukan siswa dengan Tuhan yang berbicara melalui firman-Nya.
Salah satu ciri pendidikan Agama Kristen adalah peserta didik dapat mendengar Tuhan yang berbicara melalui firman-Nya. Melalui pengajaran Alkitab, siswa mendengar suara Tuhan. Alkitab adalah firman tertulis, dan melalui firman tertulis itu seseorang mendengar firman TUHAN.
Pengajaran Pendidikan Agama Kristen mempertemukan kehidupan manusia dalam hal ini anak-anak dengan Firman Tuhan atau dengan Tuhan Yesus sendiri, yang adalah Firman Yonahes 1:1, “Pada mulanya adalah Firman dan firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah”. Dalam Injil Yohanes 1:14, dikatakan bahwa : “Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara dan kita telah melihat kemulianNya” .
Perjumpaannya dengan Yesus, Sang Firman yang hidup, melalui pelajaran Agama Kristen di sekolah, banyak siswa yang pada akhirnya percaya kepada Tuhan Yesus, dan tidak sedikit orang tua yang dahulu menolak Tuhan Yesus secara terang-terangan, akhirnya mengakui dan memberi diri dibaptis.
Apa yang dinyatakan di atas sesuai dengan firman Tuhan: “Sebab firman Allah hidup dan kuat, lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; Ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” (II Tim. 4:2). Selanjutnya Homrighausen merinci beberapa ciri Pendidikan Agama Kristen sebagai berikut.
(2). Bersifat Partisipasif
Keberhasilan Pendidikan Agama Kristen adalah tergantung dari keterlibatan bersama antara pendidik dan peserta didik. Pendidikan Agama Kristen bukanlah sebuah indoktrinasi tetapi partisipasi. Oleh karena itu semua komponen harus memberi dukungan yang sungguh-sungguh untuk keberhasilan pengajaran itu sendiri.
(2). Terbuka terhadap perubahan
Pendidikan Agama Kristen memiliki sifat terbuka kepada perubahan dan kebutuhan, sehingga bekal pendidikan itu peserta didik mampu memahami dan menempatkan diri secara realistis, kritis dan kreatif dalam setiap situasi yang dihadapi. Pendidikan agama Kristen tidak boleh membawa peserta didik menjadi introvert melainkan harus ekstrovert, artinya mampu menempatkan dirinya sebagai orang percaya ditengah-tengah lingkungannya.
(3). Berkelanjutan
Ciri khas Pendidikan Agama Kristen adalah berkesinabungan. Pendidikan Agama Kristen tidak pernah selesai dalam arti yang sesungguhnya hingga mencapai kedewasaan iman. Pendidikan Agama Kristen harus terus dikaji ulang agar selalu konteks dengan kebutuhan dan perubahan-perubahan yang terjadi.
(4). Terarah dan terencana
Arah dan tujuan Pendidikan Agama Kristen harus jelas dan terarah dan tidak boleh menyimpang dari tujuan tujuan dasarnya. Tujuan utama adalah agar peserta didik bertumbuh dalam iman, ketaatan akan firman Allah dan mampu mengaplikasikan imannya dalam hidupnya pribadi maupun bersama dengan orang lain.
(5). Manusia Orientet
Selain itu, ada empat tujuan pendidikan Kristen yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Learning to know.
Pendidikan Agama Kristen haruslah diarahkan kepada peningkatan pengetahuan yaitu pengetahuan akan Allah dan segala firmanNya, sesama, diri sendiri maupun lingkungannya. Peserta didik haruslah diarahkan kepada pemahaman atas keutuhan ciptaan, bahwa sejak semula Allah telah menciptakan manusia, mahluk-mahluk dan alam yang memiliki saling ketergantungan dan semuanya itu harus dijaga agar tetap harmoni sesuai rencana Allah dalam penciptaan manusia.
2) Learning to do
Pendidikan Agama Kristen haruslah diarahkan agar peserta didik memiliki ketrampilan dalam mempraktekkan imannya ditengah-tengah kemajemukan masyarakatnya, bukan menjadi batu sandungan melainkan menjadi berkat bagi sesama dan lingkungannya, bukan menjadi menutup diri melainkan dapat menempatkan dirinya bersama-sama dengan orang lain untuk menghadirkan syalom Allah ditengah-tengah dunia ini.
3) Learning to be
Pendidikan Agama Kristen haruslah diarahkan agar peserta didik memiliki jati dirinya dan mampu menyatakan keberadaan dirinya dalam kehidupannya sehari-hari. Dia tidak pesimis melainkan optimis, tidak negatif tapi positif dan menyadari dirinya sangat berharga dimata Tuhan. Dengan demikian dengan sekuat enaga ia dapat menyatakan dirinya dengan berbagai kemampuan yang telah Tuhan berikan kepadanya untuk kepentingan sesama. Peserta didik mampu memahami bahwa ia hidup bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi bagi sesama dan lingkungannya.
Untuk itulah ia harus dapat melakukan yang terbaik dalam hidupnya.
4) Learning to live together
Pendidikan Agama Kristen haruslah diarahkan agar peserta didik menyadiri betul bahwa hidup tidak mungkin sendirian. Keberhasilan tidak dapat diraih sendirian, kesejahteraan harus dilakukan secara bersama-sama. Harus dapat dihayati bahwa penerapan dan aplikasi kasih Kristus melampaui batas-batas manusiawi, batas batas agama maupun batas-batas etnis. Inti iman Kristen yang sesungguhnya ialah bahwa ia dapat hidup dan menjadi berkat bagi sesamanya.
Selanjutnya Nainggolan menyatakan kehadiran Pendidikan Kristen di sekolah harus berdampak bagi terbentuknya peserta didik yang siap dan mampu menghadapi perbedaan perbedaan yang ada pada kehidupan masyarakat dengan tetap setia pada kepercayaan akan Yesus Kristus.
Tujuan sebagaimana yang dideskripsikan di atas memberi kontribusi pelaksanaan pendidikan Kristen di sekolah. Ada pula tujuan pendidikan Kristen yang dirumuskan oleh pemerintah yang dituangkan dalam kurikulum yang dikeluarkan pemerintah Republik Indonesia.
Pendidikan Kristen yang diselenggarakan di sekolah sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam Negara RI, khususnya dalam undang-undang Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang pendidikan Nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, pendidikan Kristen mendapat tempat penting dalam setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Pemerintah mengatur waktu belajar secara formal di sekolah selama 2 (dua) jam pelajaran perminggu untuk penyelenggaraan. Hal ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan sebagai pembinaan kerohanian siswa di sekolah.
Pemerintah telah menyusun Kurikulum Pendidikan Kristen mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Diharapkan melalui kurikulum maka proses pendidikan Kristen di sekolah berlangsung sesuai tujuan yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Kurikulum bukanlah satu-satunya jaminan mutu pendidikan Kristen di sekolah, mutu pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai komponen seperti; mutu dan kualitas guru, mutu kurikulum, kemampuan peserta didik , sarana dan prasarana serta peraturan dan perundang undangan yang berlaku dan dukungan yang diberikan oleh sekolah tempat dilangsungkannya Pendidikan Kristen.
Pendidikan Kristen merupakan tanggungjawab Gereja dan keluarga Kristen, akan tetapi dalam proses perjalanan sejarah pendidikan, khususnya di Indonesia, pendidikan Kristen telah menjadi tanggungjawab pemerintah. Oleh karena itu maka pemerintah mengeluarkan perangkat-perangkat pelaksanaan proses pendidikan. Salah satunya adalah kurikulum. Kurikulum Pendidikan Kristen sudah beberapa kali mengalami perubahan sesuai dengan kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah. Perubahan kurikulum itu dimulai tahun 1974, kemudian sejak tahun 2004 diberlakukan kurikulum kurikulum berbasis kompetensi. Didalam kurikulum tersebut, materi pengajaran Kristen adalah “mengasihi Allah dan Sesama manusia” atau “Allah Tritunggal dan Karya Allah serta Nilai-nilai Kristiani”.
Salam Edukasi
0 comments: