Pendidikan Kristen dalam Keluarga Berbasis Keesaan Allah Berdasarkan Ul. 6:4-9

Sumber: Alkitab Terjemahan LAI Jakarta. Terbitan 2014

Keluarga Kristen yang berada dalam masyarakat yang multikultural berada dalam interaksi yang kompleks, khususnya dalam hal kepercayaan kepada TUHAN. Orang Kristen dianggap sebagai orang yang percaya tiga Allah. Doktrin Tritunggal dianggap tidak masuk akal. Ada pula yang menyatakan orang Kristen percaya manusia menjadi Allah. Analogi yang dibuat adalah bahwa semua orang tahu meja pasti dibuat oleh tukang tetapi sampai kapanpun meja tidak akan menjadi tukang. Hal tentunya menjadi tantangan tersendiri bagaimana melaksanakan Pendidikan Kristen dalam keluarga Kristen. Memang kita semua tahu bahwa meja dibuat tukang dan sampai kapanpun meja tidak akan menjadi tukang. Namun anologi ini tidak tepat menggambarkan TUHAN menjadi manusia. Dalam teologi Kristen, bukan manusia yang menjadi Allah tetapi Allah yang menjadi manusia melalui kandungan Maria, anak yang dilahirkan itu dinamai Yesus (Mat. 1:21). Kemudian dalam Yohanes 1: 14 disebutkan: firman itu menjadi manusia ... dan melaksanakan misi-Nya melalui pengajaran yang berkualitas





Dalam Ulangan 6:4-9 disebutkan bahwa para orangtua dalam keluarga Israel harus mendidik anak dalam keesaan TUHAN yang memperkenalkan diri kepada Musa. Mereka diperintah untuk mengajarkan bahwa Allah itu esa!
Pengajaran tentang keesaan TUHAN Allah itu esa sedemikian penting karena bangsa Israel menghadapi bangsa-bangsa lain yang menyembah ilah-ilah lain. Boleh jadi bila pengajaran ini tidak disampaikan secara berulang-ulang maka anak-anak dalam keluarga akan dipengaruhi oleh keyakinan lain. Itulah sebabnya pengajaran tentang keesaan TUHAN Allah Musa sedemikian penting dalam keluarga bangsa Israel.
Dalam konteks pendidikan Kristen, keesaan TUHAN Allah tentu dikenal dalam doktrin Allah Tritunggal. Bapa, Anak dan Roh Kudus sehakekat atau sama-sama kekal. Jadi, satu dalam keber-ada-an tetapi tiga dalam kepribadian. Bapa memiliki pribadi, anak juga memiliki kepribadian dan Roh juga memiliki kepribadian. Intinya Allah Tritunggal dapat dipahami dalam pengertian Tri dalam kepribadian dan tunggal dalam keberadaan atau kekekalan (Bapa, anak dan Roh Kudus sama-sama kekal).
Suatu saat saya ketemu dengan seorang pemimpin spiritual dan berdialog dalam pendekatan filsafat. Saya katakan begini. Kami orang Kristen tidak percaya tiga Allah tetapi satu TUHAN Allah. Kami percaya TUHAN Allah yang menyatakan diri kepada Musa dengan nama YHWH, Tuhan Musa berkarya secara spesifik untuk bangsa pilihan-Nya yaitu Israel. Akan tetapi dalam rangka keselamatan bagi semua orang di luar bangsa pilihan maka TUHAN Allah Musa menyatakan diri atau menjadi manusia dan diberi nama Yesus. Jadi kami tidak percaya tiga Allah tetapi satu TUHAN Allah. Kemudian sang pemimpin spiritual itu menyatakan kalau begitu kita sama-sama percaya Allah yang esa.
Ya saya menghargai kesimpulan dia atas percakapan kami itu, tetapi poin yang saya hendak tekankan disini yakni pentingnya Pendidikan Kristen dalam keluarga tentang keesaan TUHAN Allah. Ajaran tentang Tritunggal patut dipikirkan secara mendalam, diyakini dan diajarkan kepada anak-anak dalam keluarga Kristen. Kita mengajarkan Allah Tritunggal karena pada hakekatnya Alkitab menyaksikan tentang adanya oknum Bapa, Anak (Yesus Kristus) dan Roh Kudus. Kita tidak boleh pudar dalam mengajarkan Allah Tritunggal kepada anak-anak dalam keluarga Kristen, sebab ajaran ini adalah kesaksian Alkitab. Mungkin orang lain tidak senang dengan jaran Tritunggal, itu tidak menjadi soal, soal yang paling penting yakni kita mengajarkan keesaan Allah sebagaimana yang disaksikan dalam Alkitab.

Pengajaran tentang Allah Tritunggal dalam keluarga Kristen di tengah-tengah masyarakat majemuk hendaknya berlangsung dalam kontrol iman dan perlindungan kasih.
Pendidikan Kristen dalam Keluarga

Pendidikan Kristen dalam Keluarga

Tuhan Allah adalah pendidik utama dan pertama yang mengajar dan mendidik manusia pertama dan generasi manusia selanjutnya. Dalam praktiknya, pendidikan itu lebih banyak dilakukan oleh para orangtua maka tindakan Allah dalam mendidik dan mengajar itu dapat dilakukan melalui para orangtua. Artinya Allah yang mendidik dan mengajar para anak tidak terlihat secara mata jasmani oleh anak, tetapi tindakan pendidikan dan pengajaran oleh Allah Tritunggal dapat dilakukan melalui para orangtua.

Menurut Elizabeth, keluarga merupakan lembaga pertama yang ditetapkan Allah di bumi untuk membentuk anak yang dikaruniakan Allah kepada setiap keluarga. Dalam hal ini maksud Allah membentuk keluarga Kristen agar anak belajar dari orang tua. Disini keluarga menjadi tempat terbaik untuk menumbuhkan iman dan menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan anak .

Pendidikan Kristen dalam keluarga sedemikian penting karena keluarga adalah sel masyarakat. Keluarga terikat pada persekutuan darah dan keturunan sehingga persekutuan itu lebih akrab. Masyarakat adalah persekutuan yang jauh lebih luas anggotanya, yaitu karena di persekutuan olah rasa hidup bersma dan rasa sepenanggungan. Faktor saling mempengaruhi antara keluarga dan masyarakat tidak dapat dihindari. Jemaat harus menampakkan rasa saling mengasihi dalam keluarga, agar kasih itu terpancar kepada masyarakat. Jemaat harus memperhatikan setiap keluarga. Setiap keluarga Kristen harus menguji keluarganya apakah berperan sebagai penghubung pekabaran Injil atau penyekat pekabaran Injil

Menurut Riemer, keluarga merupakan pusat segala pendidikan dan pengajaran Kristen. Pendidikan Kristen dalam keluarga hendaknya memiliki nilai sebagaimana yang disampaikan rasul Paulus: “dan kamu bapa-bapa janganlah bangkitkan kemarahan di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan”. (Ef.6:4). Firman Tuhan ini dalam Efesus 6:4 secara jelas menegaskan bahwa pendidikan ajaran Kristen oleh orang tua dalam keluarga memainkan peranan penting dalam keluarga Kristen. Pendidikan Kristen dalam keluarga memberi sumbangan untuk pertumbuhan Gereja. Sedemikian pentingnya pendidikan Kristen ditekankan dari abad ke abad, khususnya oleh bapak-bapak gereja sebagaimana yang nampak dalam literatur patristic yaitu dari para bapak Gereja, seperti Tertullianus, Agustinus, dan lain-lain memberi penegasan bahwa peranan keluarga dalam pendidikan Kristen sangat ditekankan.

Jadi, pendidikan Kristen dalam keluarga memberi pengaruh positif terhadap pembentukan kerohanian anak sehingga anak mampu menghadapi berbagai ajaran-ajaran yang membayakan imannya.