Langkah-langkah Penanggulangan Kenakalan Anak

Langkah-langkah Penanggulangan Kenakalan Anak

Kali ini dinamika Pendidikan Agama Kristen menyapa pembaca dengan salam sejahtra untuk pengunjung weblog dari Amerika Serikat yang malam ini (Waktu Indonesia Bagian Barat) sedang membaca weblog ini. Semoga berguna untuk Anda. Selamat membaca.
Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh anak dan remaja seyogianya diupayakan penanggulangannya secara sunggung-sungguh, dalam arti penanggulangan yang setuntas-tuntasnya. Upaya ini merupakan aktivitas yang pelik apabila ditinjau secara integral, tetapi apabila ditinjau secara terpisah-pisah maka upaya ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara profesional yang menuntut ketekunan dan berkesinambungan dari satu kondisi menuju kondisi yang lain. Beberapa langkah yaitu:

b. Bimbingan Penyuluhan

Memberi penjelasan secara luas dan rinci kepada anak-anak tentang beberapa aspek yuridis yang relevan dengan perbuatan-perbuatan nakal yang kerap kali mereka lakukan, dengan demikian anak akan dapat memiliki pemahaman/pengertian, penghayatan dan perilaku hukum yang sehat. Usaha untuk mencapai tingkat kesadaran hukum di kalangan anak dapat dilakukan melalui beberapa aktivitas, tetapi yang paling sederhana adalah melalui penyuluhan hukum yang dapat divisualisasikan dalam beragam bentuk dan jenisnya. Melalui beberapa pengejawantahan itu, anak akan mampu menginternalisasi dan mengembangkan nilai-nilai positif yang bermanfaat dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat dan lingkungannya.

b. Menginternalisasikan Nilai-nilai Agama dan Sosial

Internalisasi nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama dapat menyebabkan anak dan remaja memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan memiliki penghayatan serta perilaku yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kondisi psikologis anak delinkuen juga memadai untuk menerima pendidikan agama dengan pemahaman, penghayatan dan pengamalan norma-norma agama dengan sungguh-sungguh sehingga dapat menjamin tercapainya ketenteraman batin. Pada hakikatnya keberadaan agama adalah keteraturan dan kedamaian hidup secara integral. Perspektif ini akan mampu memberi sumbangan positif bagi terwujudnya kehidupan sosial serta lingkungan yang sehat secara material maupun moral/spiritual.
Dari aspek sosiologis, anak dan remaja dituntut secara moral memiliki rasa solidaritas sosial yang kuat sehingga merasa ikut memiliki kehidupan sosial dan ikut bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban, ketentraman, dan kedamaian dalam masyarakat dan lingkungannya.

c. Program Rehabilitasi

Upaya untuk merehabilitasi anak delinkuen memerlukan langkah-langkah khusus secara komprehensif. Beraneka ragam aspek yang bersangkut-paut dengan kehidupan anak delinkuen, baik fisik maupun psikis, perlu dibenahi secara mapan. Upaya pembenahan tersebut dapat dilakukan secara formal, non-formal, dan informal, upaya lengkap yang menyangkut segala aspek kehidupan anak telah dipandang memadai untuk memperoleh hasil yang positif.
Upaya rehabilitasi akan lebih baik apabila dilengkapi dengan tindakan-tindakan positif yang lebih dititikberatkan pada kesadaran sosial yang menjadi embrio mental yang sehat. Anak delinkuen yang sudah memiliki kesehatan mental akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan akan menumbuhkan rasa solidaritas sosial yang kokoh, rasa interrelasi dan interdependensi antara anak dengan warga masyarakat yang lain. Upaya resosialisasi anak delinkuen sangat kompleks arti dan maksudnya daripada sekadar rehabilitasi. Resosialisasi berarti berhadapan langsung dengan masyarakat dan lingkungannya.

d. Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan

Memang sulit untuk menemukan cara yang terbaik di dalam menanggulangi pengangguran dan kemiskinan, tetapi masyarakat, perseorangan bahkan pemerintah sekalipun diharapkan dapat bersama-sama mengambil langkah-langkah positif demi mencegah bertambahnya kejahatan-kejahatan. Langkah-langkah tersebut terutama dapat dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kehidupan warga masyarakat, agar di bidang sosial ekonomi mengalami peningkatan, misalnya peningkatan kesejahteraan berupa kenaikan gaji, subsidi terhadap pusat-pusat industri kecil untuk dapat meningkatkan hasil sekaligus memperluas lapangan kerja.

e. Menyeleksi Setiap Peredaran Media Cetak dan Elektronik

Lembaga-lembaga harus melakukan penyensoran film-film yang beredar, lebih menitikberatkan pada segi pendidikan, mengadakan ceramah melalui radio, televisi ataupun melalui media yang lain mengenai soal-soal pendidikan pada umumnya. Lembaga-lembaga dalam masyarakat bersama-sama orangtua mengadakan pengawasan terhadap peredaran buku-buku, komik, majalah-majalah, iklan-iklan dan sebagainya.

Perilaku Anak

Sumber: Pixabay

Refisi artikel 6 Agustus 2019

Perilaku Anak 1. Pengertian Perilaku Anak

Dalam membahas perilaku anak, ada suatu istilah yang perlu kita pikirkan yakni “juvenile delinquency ”. Secara terminologi dari sudut etimologis, juvenile delinquency berasalah dari kata “juvenile” adalah anak, dan “delinquency” adalah kejahatan. Jadi, juvenile delinquency berarti kejahatan anak atau lebih tepatnya kenakalan anak. Sebenarnya hakikat terdalam delinquency adalah perbuatan melawan hukum, anti sosial, anti susila dan melanggar norma-norma agama.

Kenakalan anak sudah lama membuat rasa kurang aman, tidak damai, tidak tenteram bagi masyarakat sehingga mendorong para anggota masyarakat, pemuka masyarakat, pejabat yang berwenang, bahkan dalam lingkup nasional pemerintah ikut terpanggil untuk bersama-sama rakyat dengan segala potensi yang memadai berupaya dengan sungguh-sungguh mengadakan pencegahan (prevensi) atau dalam kondisi kritis terpaksa secara represif.
Prioritas utama di dalam menghadapi masalah kenakalan anak adalah mencegah dengan cara yang memadai dan komprehensif.

2. Bentuk-bentuk Perilaku Negatif Anak

Prilaku negatif adalah berbagai tindakan anak yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam ajaran agama maupun norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma agama menyangkut komunitas penganut agama tertentu yang hanya berlaku bagi komunitas keyakinan tersebut sedangkan norma dalam masyarakat adalah kebenaran-kebenaran etis yang berlaku umum dalam suatu masyarakat. Berbagai bentuk perilaku negatif anak yang dapat diamati dan dinilai sebagai bentuk perilaku negatif dapat digambarkan sebagai berikut.

a. Kekerasan: penganiayaan dan pembunuhan. Penganiayaan adalah perbuatan sengaja melukai orang lain, sedangkan pembunuhan adalah perbuatan sengaja menghilangkan nyawa orang lain.
b. Pencurian, Penipuan, Pemerasan. Pencurian adalah pengambilan barang sebagian/keseluruhan kepunyaan orang lain dengan maksud dimiliki secara melawan hukum. Penipuan adalah perbuatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hokum dengan rangkaian kebohongan. Pemerasan adalah perbuatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa dengan kekerasan atau mengancam untuk memberikan barang sesuatu yang merupakan kepunyaan orang lain.


2. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Negatif Anak

Kenakalan anak yang sering terjadi di dalam masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan remaja tersebut timbul karena adanya beberapa sebab dan tiap-tiap sebab dapat ditanggulangi dengan cara-cara tertentu.

a. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak yang dimulai sejak lahir. Oleh karena itu pendidikan harus dimulai dari keluarga. Pendidikan yang baik dalam keluarga akan membentuk kehidupan anak dalam tatanan kehidupan yang harmonis atau membuat anak memiliki perilaku positif. Dengan demikian kehidupan kedua orangtua dengan perilaku yang baik menjadi pendidikan yang berpengaruh terhadap anak.

1). Keluarga Broken Home dan Quasi Broken Home.

Keluarga yang broken home dapat menjadi penyebab anak terlibat dalam penyimpangan perilaku. Penyebab broken home seperti perceraian/perpisahan, atau salah satu dari kedua orangtua atau kedua-duanya meninggal dunia, atau salah satu dari kedua orangtua atau keduanya tidak hadir dalam kehidupan anak.

Keadaan keluarga yang tidak normal bukan hanya terjadi pada broken home, tetapi dalam masyarakat modern sering pula terjadi suatu gejala adanya “broken homesemu” (quasi broken home): kedua orangtua masih utuh, tetapi karena kesibukan masing-masing menyebabkan orangtua tidak sempat memberikan perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak (orangtua jarang bertemu dengan anak). Keadaan semacam ini jelas tidak menguntungkan anak.
Kehidupan keluarga yang disebutkan di atas akan membuat anak mengalami beberapa kondisi psikologis yaitu:

1. mengalami frustasi,
2. konflik-konflik psikologis
3. menjadi sebab delinkuen

Baik broken home maupun quasi broken home dapat menimbulkan ketidak harmonisan dalam keluarga atau disintegrasi sehingga memberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan anak. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali bukti adanya kenakalan anak, anak delinkuen berasal dari keluarga yang tidak normal tersebut.

2). Keadaan Jumlah Anak yang Kurang Menguntungkan dalam Keluarga

Salah satunya adalah kedudukan anak dalam keluarga misalnya anak sulung, bungsu, dan anak tunggal. Sering terjadi bahwa anak tunggal diperlakukan khusus seperti serba dimanjakan. Keadaan ini membuat anak berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Akibatnya akan terjadi konflik dalam diri anak. Muncul tekanan dalam jiwa anak karena kenyataan di masyarakat berbeda dengan perlakuan yang dimanjakan yang diterima anak ketika bersama orangtuanya.
a. Peranan Pendidik dan Sekolah

Penulis menempatkan sekolah sebagai salah satu faktor penyebab perilaku negatif anak disebabkan bukan pada sekolahnya atau pada pendidik, melainkan pada aspek lain dari interaksi di sekolah. Hal itu akan penulis uraikan pada paparan selanjutnya (alinea kedua). Hanya di sini penulis tegaskan bahwa sekolah memang mempunyai fungsi sosial yang berguna untuk anak sebagaimana yang diatur dalam Sistem Pendidikan Nasional yang terdapat dalam Undang-Undang RI No. 2 tahun 1989 yang menegaskan bahwa pendidikan nasional tertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berakhlak luhur serta memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian yang mandiri serta memiliki rasa kebangsaan.

Dalam konteks di atas, sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak. Selama menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara anak dan sesame, juga antara anak dan pendidik. Interaksi yang mereka lakukan sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental sehingga peserta didik bisa menjadi delinkuen.

Peserta didik maupun pendidik yang ada di lingkungan sekolah tidak semua berwatak baik. Pengaruh negatif ini dapat membentuk perilaku peserta didik lainnya, sehingga menjadi anak delinkuen. Pengaruh dari kesulitan ekonomi yang dialami pendidik dapat mempengaruhi perhatian tulusnya kepada peserta didik, atau kemarahan/sanksi-sanksi pendidik pada peserta didik sering mengakibatkan hubungan yang disharmonis. Proses pendidikan di sekolah maupun di rumah juga sangat berperan dalam membentuk perilaku peserta didik; orangtua dan pendidik harus bekerja sama dalam menjalani proses-proses pendidikan misalnya kurikulum dan jam belajar di sekolah maupun di rumah.

c. Peranan Masyarakat dan Pemerintah

Sama dengan penjelasan penulis pada bagian uraian tentang peranan pendidik dan sekolah, di sini juga penulis tekankan hal yang sama bahwa pada prinsipnya masyarakat mempunyai peranan membentuk perilaku anak secara positif. Akan tetapi, sering dalam masyarakat terjadi berbagai interaksi dari masyarakat yang homogen dengan berbagai prilaku sosial yang mempengaruhi anak sehingga berperilaku negatif. Hal ini tidak berarti bahwa anak harus dijauhkan dari masyarakat. Anak tetap hidup dan berinteraksi dengan masyarakat.

Anak sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian, pengangguran, mass media, dan fasilitas rekreasi.

Di dalam kehidupan social, adanya kekayaan dan kemiskinan mengakibatkan bahaya besar yaitu mempengaruhi jiwa manusia termasuk jiwa anak. Dalam kenyataan, ada sebagian anak miskin yang memiliki perasaan rendah diri sehingga anak-anak tersebut melakukan kejahatan, seperti pencurian, perampasan bahkan penganiayaan; ada kesan bahwa perbuatan delinkuen tersebut timbul sebagai kecemburuan untuk menyamakan dirinya dengan orang kaya.

Keinginan berbuat jahat kadang-kadang timbul karena berbagai media misalnya bacaan, gambar-gambar dan film yang berisi tentang seks, kekerasan, perilaku destruktif, dan perilaku amoral lainnya yang mempengaruhi perkembangan jiwa anak sehingga berperilaku buruk dalam kehidupan sehari-hari.

Salam
Yonas Muanley

Beberapa Bentuk Keteladanan Ibu dalam Keluarga

Beberapa Bentuk Keteladanan Ibu dalam Keluarga

Dinamika Pendidikan AGama Kristen atau Pendidikan Kristen mempersembhakna sebuah artikel tentang keteladanan ibu dalam keluarga. Keberadaan kaum wanita mempunyai makna yang amat penting dalam seluruh kehidupan manusia. Wanita yang baik merupakan unsur utama yang memberikan warna dan nuansa keserasian, keindahan, dan dinamika kehidupan; sebaliknya kehidupan akan hancur di tangan wanita yang tidak baik.
Dalam pengertian yang khusus “ibu” adalah sebutan atau panggilan dari seorang anak terhadap sosok seorang wanita yang telah mengandung dan melahirkannya. Secara lebih luas “ibu” mempunyai makna sebagai seorang wanita yang mempunyai tugas, peran, dan tanggung jawab untuk mewujudkan fungsi-fungsi keibuan seperti merawat, mengasuh, dan mendidik dalam mengembangkan kepribadian, baik yang berlangsung di keluarga maupun di luar keluarga.
Keluarga sebagai satuan terkecil lembaga kehidupan sosial manusia, sangat ditentukan oleh citra wanita yang ada di dalamnya terutama wanita sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya. Demikian pula dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dalam perkembangan zaman yang penuh tantangan disertai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pergeseran nilai-nilai positif, peran serta ibu diharapkan semakin nyata untuk memberikan warna dan nuansa positif bagi keluarganya.
Keberadaan ibu dalam berbagai aspek kehidupan merupakan perwujudan dari berbagai peran ganda yang disandangnya yaitu sebagai pribadi, sebagai unsur keluarga (anak, istri, ibu, nenek), sebagai anggota masyarakat/negara, sebagai pekerja. Peran-peran ganda ini harus diwujudkan oleh ibu sesuai dengan tuntutannya tanpa harus meninggalkan kodratnya sebagai wanita. Peran-peran itu akan diwujudkan melalui berbagai penampilan perilaku dalam bentuk ucapan, pikiran, dan tindakan. Adalah sangat diharapkan agar penampilannya itu mencerminkan citra ibu yang sebaik-baiknya.
Dalam kehidupan keluarga, seorang ibu yang kurang mampu menampilkan citra yang baik akan berpengaruh pada pola-pola pendidikan anak-anaknya. Dan pada gilirannya anak tidak mendapatkan pendidikan yang memadai yang diperlukan untuk pembentukan kepribadiannya, demikian juga dalam berbagai aspek kehidupan lainnya.


a. Keteladanan Ibu dalam Merawat, Mendidik, dan Mendoakan Keluarga

Merawat keluarga dan anak Amsal 31. Dalam pasal ini digambarkan bagaimana seorang ibu harus mengurus rumah tangga dalam hal merawat, mendidik, dan mendoakan keluarga. Ibrani 11 menceritakan tentang para tokoh iman, namun mengapa cerita tentang Musa lebih banyak dibandingkan tokoh yang lain? “...karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun...(Ibr. 11:24)”. Bagaimana Musa memiliki iman sehebat itu sehingga meninggalkan Mesir?. Musa hidup mewah dan banyak menyerap ilmu-ilmu orang Mesir. Alkitab mengatakan bahwa dia hanya diasuh selama tiga bulan pertama dan kemudian dihanyutkan. Demikian pula Samuel, mengapa memiliki iman kepada Tuhan sementara dalam masa pertumbuhannya, Samuel mempunyai dua kakak angkat (anak-anak imam Eli) yang jahat? Tuhan menunjukkan melalui Alkitab bahwa mereka disusui/diberi “asi” oleh ibu mereka. Ada apa dengan “asi”? Kebiasaan para ibu saat menyusui anaknya, sering mennyanyikan myanyian yang mengandung pengharapan bagi anaknya. Tanpa disadari, ada doa sekaligus memori yang ditanamkan oleh ibu kepada anak-anaknya berupa harapan agar kelak menjadi anak baik; seorang ibu dapat menanamkan kebenaran dan pendidikan sedini mungkin lewat cara menyusui anaknya.
Sebagai unsur keluarga, seluruh sisi kehidupan ibu tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan kehidupan keluarga. Tanpa kehadiran ibu, suatu keluarga akan kehilangan makna dan dinamikanya; seorang ibu harus mampu berperan sebagai sumber kehidupan untuk memberikan motivasi baik bagi suami, anak-anak, atau anggota keluarga lainnya melalui perilaku ibu dalam keluarga misalnya bagaimana seorang ibu harus berpikir, bersikap, berkreasi, dan sebagainya. Meskipun bukan kewajiban utama, seorang ibu dapat berperan sebagai pekerja untuk mencari nafkah demi menunjang kehidupan ekonomi keluarga, namun rasa keibuan/kodratnya akan tetap melekat.
Setiap manusia dilahirkan dari kandungan ibunya yang kemudian mendapat perawatan dan pengasuhan untuk perkembangan selanjutnya. Hal ini mempunyai makna bahwa “ibu” mempunyai andil yang paling fundamental dalam pembentukan kepribadian seseorang, oleh karenaya ibu dibutuhkan oleh setiap orang. Setiap anak mengidamkan ibu yang ideal sebagai sumber keteladanan, penuh kasih sayang, penyabar, memberikan apa yang dibutuhkan anak terutama kebutuhan sentuhan emosional.
Dari sudut pandang suami, ibu yang baik adalah istri yang dapat menjadi mitra dalam mengasuh, merawat, memperlengkapi, mendidik, baik pendidikan rohani maupun pendidikan jasmani dalam keluarga. Seorang ibu dapat mewujudkan tugas keibuannya dengan optimal apabila didukung oleh pihak lain termasuk suami, anak, orangtua, pemerintah, dan masyarakat.
Mendidik/membina anak. Berbicara mengenai pembinaan anak adalah berbicara mengenai pendidikan, karena pendidikan merupakan suatu upaya sadar dalam mengembangkan kepribadian bagi peranannya di masa yang akan datang. Siapakah yang bertanggung jawab bagi pendidikan anak? GBHN dan UU No. 2/89 menetapkan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, pemerintah, dan masyarakat. Di antara ketiga pihak yang bertanggung jawab sebagaimana dikemukakan di atas, keluarga merupakan penanggung jawab pertama dan utama. Disebut pertama karena anak datang dari keluarga dan akan kembali ke dalam keluarga. Kondisi dan kualitas kehidupan seseorang di masa yang akan datang sangat bergantung pada sejauh mana keluarga menanamkan investasinya melalui pendidikan anak-anaknya.
Pendidikan yang paling awal dilakukan dalam keluarga sejak anak masih dalam kandungan ibunya. Orangtua secara genetik dan alamiah jelas sebagai penanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Pada umumnya ibu lebih memiliki kesempatan untuk mendidik anak-anaknya dibandingkan dengan ayah karena lebih banyak berada di dalam rumah. Beberapa contoh pendidikan/pembinaan yang ibu dapat lakukan misalnya: 1) Mendidik anak dalam bidang kerohanian sebagai landasan bagi pembentukan kualitas manusia secara utuh; 2) Memperhatikan perkembangan dan kebutuhan anak dengan kasih sayang yang tulus; 3) Menciptakan situasi kondusif sekaligus memotivasi anak bagi berlangsungnya pendidikan secara efektif; 4) Membentuk anak agar terbiasa mewujudkan perilaku-perilaku yang baik; 5) Menciptakan komunikasi yang efektif.
Mendoakan keluarga dan anak. Rasul Paulus memuji keluarga Timotius dengan berkata, “Aku melihat iman yang kamu warisi dari ibumu dan iman itu diwarisi ibumu dari nenekmu” (2 Tim. 1:15). Timotius mencontoh teladan iman ibunya dan neneknya.
Dalam Matius 18:19-20 dinyatakan “...Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka”. Berdasarkan firman Tuhan ini dapat dikatakan bahwa seorang ibu dan ayah yang sepakat mendoakan kebaikan bagi anaknya pasti Tuhan mengabulkan doanya. Dalam keluarga, pengertian dua orang di sini dapat juga dihubungkan pada suami-istri; namun karena ibu umumnya lebih banyak berada di rumah maka perikop ini dapat pula ditujukan bagi ibu agar sesering mungkin mengajak anak-anaknya untuk berdoa bersama bagi keluarganya.
Keteladanan Ayah

Keteladanan Ayah

Refisi artikel 6 Agustus 2019

Keteladanan Ayah dalam Pengambil Keputusan yang Berwibawa, Disiplin, dan Semangat

Pengambil keputusan. Pada dasarnya aktivitas manusia dalam keseluruhan hidupnya merupakan rangkaian pengambilan keputusan yang berkesinambungan. Untuk menjalankan dan mencapai keberhasilan kehidupannya, manusia senantiasa harus mengambil keputusan sejak bayi, anak-anak, remaja, dewasa, sampai masa usia lanjut. Keputusan-keputusan yang harus dibuat senantiasa terus ada sepanjang hidup, mulai dari keputusan yang sangat sederhana misalnya memutuskan mandi atau makan lebih dahulu. Keputusan dapat menyangkut berbagai hal sekaligus berdampak terhadap banyak hal.

Kesejahteraan hidup dalam keluarga banyak bergantung pada keputusan-keputusan yang dibuat. Keberhasilan maupun kegagalan seseorang berasal dari sebuah keputusan. Bagaimana mengambil keputusan yang tepat? Pengambilan keputusan dalam keluarga seyogjanya melibatkan seluruh anggota keluarga, mulai dari menyadari masalah, menganalisis berbagai alternatif, dan mengambil keputusan serta melaksanakannya; semua anggota keluarga hendaknya menyadari posisi masing-masing dalam keluarga. Sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah, ayah adalah pemegang keputusan utama, namun keputusan seorang ayah tetaplah harus berasal dari kesepakatan anggota keluarga lainnya.
Kewibawaan. Kewibawaan merupakan salah satu unsur kepribadian pada diri seseorang baik sebagai pribadi maupun sebagai pemegang otoritas tertentu. Secara umum kewibawaan dapat diartikan “daya pribadi” seseorang yang membuat pihak lain menjadi tertarik, bersikap mempercayai, menghormati, dan menghargai secara intrinsic (sadar, ikhlas). Kewibawaan seorang ayah banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik formal maupun informal, baik dari dalam maupun dari luar, baik yang bersifat material maupun non-material, baik yang tampak maupun tidak nampak. Secara umum, kewibawaan seorang ayah baik di dalam maupun di luar rumah ditentukan sekurang-kurangnya oleh beberapa unsur, antara lain: memiliki keunggulan, memiliki rasa percaya diri, ketepatan dalam pengambilan keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya, mampu menjadi teladan seluruh anggota keluarga.

Disiplin. Disiplin pada hakikatnya merupakan salah satu unsur penting dalam keseluruhan perilaku dan kehidupan baik secara individual maupun kelompok. Disiplin yang baik membuat seorang anak dalam kehidupan yang harmonis dengan lingkungan terkecil maupun lingkungan yang lebih besar. Disiplin yang baik juga menciptakan kualitas kehidupan yang lebih baik.

Disiplin mempunyai kaitan yang erat dengan berbagai masalah psikologis dalam keluarga. Oleh karenanya, upaya menegakkan disiplin pada hakikatnya berpangkal pada pengembangan psikologis individu yang semuanya berawal dari dalam keluarga. Disiplin sering dikaitkan dengan “hukuman”, dalam arti disiplin diperlukan untuk menghindari terjadinya hukuman karena sebuah pelanggaran. Hukuman dapat diberikan sebagai alat pendidikan. Secara psikologis, hukuman dapat dipandang sebagai sumber motivasi dalam keseluruhan perilaku manusia. Dengan menyadari adanya hukuman, individu cenderung untuk termotivasi melakukan tindakan yang benar. Dari sudut pandang positif, disiplin merupakan suatu proses pendidikan agar individu mampu mengembangkan kendali perilakunya sendiri secara sadar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang sering menjadi masalah adalah disiplin yang dimaksudkan sebagai “sumber motivasi dan alat pendidikan”, dalam kenyataannya seringkali tidak efektif atau tidak memberikan hasil yang tepat. Dalam menjalankan disiplin diperlukan kerjasama yang tepat antara pemberi disiplin, penerima disiplin, dan lingkungan. Pendisiplinan hendaknya jangan sampai melukai hati anak-anak: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya” (Kol. 3:21).

Semangat Juang. Semangat juang pada dasarnya merupakan suatu kualitas pribadi yang berupa kekuatan motivasi dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam semangat juang ini orang akan selalu tetap berusaha untuk mencapai tujuan dengan menggunakan berbagai cara. Pribadi yang memiliki semangat juang yang tinggi, akan ditandai dengan beberapa karakteristik, antara lain: (1) memiliki tujuan dan sasaran yang jelas, memiliki prinsip hidup yang konsekwen dan konsisten; (2) memiliki ketahanan dalam menghadapi rintangan sekaligus menyelesaikannya; (3) mampu bekerja sama dengan orang lain. Semangat juang diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan, baik kehidupan pribadi, bekerja, bermasyarakat dan bernegara, maupun dalam kehidupan beragama.

Salam


Keteladanan Orangtua sebagai Perencana Masa Depan yang Inspiratif

Keteladanan Orangtua sebagai Perencana Masa Depan yang Inspiratif

Dinamika Pendidikan Kristen dapat juga disebut Pendidikan Kristen memposting sebuah artikel dengan topik Perencana masa depan. Sering dikatakan bahwa hari kini merupakan hasil hari kemarin dan untuk hari esok. Ungkapan ini mempunyai makna bahwa masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang merupakan suatu rangkaian yang mempunyai hubungan sebab-akibat. Semua orang mengharapkan apa yang terjadi di masa datang lebih baik dari pada sekarang. Orangtua terlebih ayah yang tidak sempat menikmati pendidikan yang baik umumnya mengharapkan agar pendidikan anaknya lebih baik.

Yang menjadi masalah ialah bahwa semua orang mengharapkan masa depan yang baik, tetapi tidak semua orang menyadari bahwa untuk itu perlu perencanaan yang baik pula; sebagian orang masih menjalani kehidupan masa depannya dengan seadanya “bagaimana nanti” bukannya “nanti bagaimana”. Kalaupun menyadari pentingnya perencanaan untuk masa depannya, tidak semua memiliki kemauan dan kemampuan untuk melaksanakannya. Lalu bagaimana? Dalam kehidupan keluarga, perencanaan merupakan milik dan tanggung jawab seluruh anggota keluarga di bawah pimpinan ayah yang harus dikembangkan melalui forum komunikasi keluarga.

Anggota keluarga terutama ayah hendaknya memahami dan memberlakukan beberapa prinsip dalam perencanaan masa depan, antara lain: 1) Mengenal secara jelas gambaran masa depan: gambaran masa depan merupakan acuan dari perencanaan. Untuk memperoleh gambaran-gambaran tentang karier, pekerjaan, pendidikan, pola-pola kehidupan, ekonomi, pergaulan sosial, jodoh, dan sebagainya dapat bertanya kepada pihak yang mengetahui, membaca buku-buku yang relevan, mengkaji pengalaman orang lain, berusaha mengumpulkan berbagai informasi yang relevan. 2) Mengenal dan memahami keadaan diri: bagian ini adalah bagian inti dari perencanaan karena diri sendiri itulah yang akan menjalani perjalanan menuju masa depan, bukan orang lain.

Jadi, selain mengenal gambaran masa depan, gambaran diri sendiri ini justru lebih penting. Gambaran diri sendiri meliputi: gambaran tentang keadaan fisik, prestasi belajar, bakat, minat, pengalaman, sikap, kelemahan, dan sebagainya. Seorang anak tukang becak yang nilainya rendah di SMA tentulah tidak mungkin masuk fakultas kedokteran yang menuntut kepintaran dan biaya yang besar; antara gambaran masa depan dan gambaran diri sendiri perlu ada kesesuaian, jika tidak maka kemungkinan akan mengalami kegagalan. 3) Menjabarkan berbagai alternatif: Setelah gambaran masa depan dan gambaran diri sendiri jelas, perlu dijabaran secara realistis berbagai alternatif kemungkinan langkah-langkah untuk mencapai tujuan. 4) Mengadakan persiapan: mencakup beberapa hal misalnya, biaya, fasilitias, menghubungi pihak-pihak terkait dan pembuatan jadwual; perlu dipersiapkan pula untuk menghadapi berbagai akibat termasuk kemungkinan kegagalan.

Inspirator yang handal. Setiap anak memiliki pandangan dan harapan terhadap ayahnya, ayah adalah seorang laki-laki kuat, tegas, dan sukses. Oleh karenanya, ayah harus mampu menjadi inspirator sekaligus merealisasikan pandangan dan harapan anak tersebut, sehingga anak memiliki rasa aman dan kepercayaan diri yang kuat. Kepercayaan diri akan menghasilkan seorang anak yang memiliki nilai-nilai hidup yang baik sekaligus berpendirian teguh. Ketika seorang anak berumur 3-4 tahun biasanya senang jika ayah meletakkannya di atas meja tinggi, lalu disuruh melompat dan ayah siap menyelamatkannya. Ternyata, secara psikologis, latihan itu menanamkan sekaligus menguatkan nilai-nilai positif bagi anak: anak menjadi berani, percaya diri, sekaligus sekaligus percaya kepada ayah yang melindunginya.

Sebagaimana kita maklumi, setiap orang mempunyai berbagai pengalaman yang memungkinkan dia berkembang dan belajar. Dari pengalaman itu orang akan mendapatkan patokan-patokan umum untuk bertingkah laku sehingga membentuk sebuah nilai dalam seseorang yang cenderung memberikan arah dalam kehidupannya. Nilai/patokan menunjukkan apa yang cenderung kita lakukan dalam waktu dan tempat tertentu atas dasar keyakinan dan penghargaan tertentu, misalnya apa, bagaimana dan dampak dari menghormati orang lain, mengambil tindakan yang tepat, membuat keputusan yang efektif. Nilai/patokan yang negatif yang terbentuk umumnya menghasilkan arah hidup yang negatif pula.

Salam


Asas-asas Pokok Keteladanan Hidup Orangtua dalam Keluarga

Revisi 6/8 2019

Agar pendidikan anak dalam seluruh aspek dapat berlangsung optimal, ada sejumlah asas yang harus diajarkan sekaligus dipraktikkan orangtua sebagai teladan hidupnya, antara lain: pemenuhan atas kebutuhan spiritual dan material, pembentukan karakter, motivator dan komunikator, dan lain-lain.

1. Pemenuhan atas Kebutuhan Spiritual dan Material

Dalam memenuhi kebutuhan spiritual anak, Allah mengharuskan para orangtua memberi teladan kepada anak-anaknya dalam banyak bidang, khususnya dalam bidang rohani. Salah satu contoh teladan tersebut adalah dengan cara mengadakan waktu khusus yang berulang-ulang untuk mengajar anak-anak prinsip-prinsip dasar iman, sehingga tiap generasi patuh, setia, dan mengasihi Allah (bnd. Ul. 6:1-25). Inti dalam ayat ini adalah penekanan tentang keesaan Allah. Keesaan Allah itu diajarkan secara berulang-ulang. Ulangan 6 menyebutkan ada empat tempat bagi orangtua untuk mengajar anak-anak tentang keesaan Allah. Pertama, di rumah. “ ...apabila engkau duduk di rumahmu...”. Pendidikan khususnya pendidikan rohani didapat di sekolah, tetapi umumnya dimulai dari rumah ketika anak-anak masih bayi maupun ketika berkumpul bersama orangtua di rumah. Kedua, sedang dalam perjalanan. Setelah anak cukup kuat, orangtua sudah bisa mengajak anak-anak bepergian. Anak sering bertanya tentang apa-apa yang dilihat dan dirasakannya. Di sinilah orangtua mempunyai banyak kesempatan untuk mengajar dan mendidik anak, karena beberapa tahun kemudian kesempatan seperti ini sudah kurang berguna karena anak sudah mendapatkannya dari luar. Ketiga, ketika berbaring/tidur. Kepada anak diajarkan tentang keesaan Allah melalui cerita. Lewat cerita tersebut, Roh Kudus menanamkan kebenaran yang akan anak ingat dan menjadi bekal sampai dewasa. Keempat, ketika bangun. Mulai dari bangun sampai waktu tidur kembali banyak hal yang dialami anak, oleh karena itu perlu diajarkan tentang keesaan Allah. Berbahagialah orangtua yang tetap mampu mendidik anaknya sekaligus menerima setiap keluh kesah dan kegagalannya, yang mendidik anak dalam segala waktu dan keadaan.





Pendidikan rohani, khususnya pengajaran tentang keesaan Allah yang dilakukan secara dini dan sebaik-baiknya akan memberikan fondasi kepribadian yang kokoh terutama dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang dari luar diri anak; keimanan yang kokoh ini turut serta dalam mewujudkan anak sebagai generasi kemudian yang cerdas dan mandiri. Demikian pula dalam memenuhi kebutuhan material anak (sandang, pangan, dan papan), orangtua harus menyadari bahwa pendidikan anak hanya dapat berlangsung dengan baik apabila berada dalam lingkungan yang kondusif. Lingkungan kondusif adalah lingkungan yang sedemikian rupa dapat menunjang terjadinya proses pendidikan. Penataan lingkungan rumah yang sehat dan menyenangkan, serta suasana interaksi antara anggota keluarga, merupakan lingkungan yang baik bagi pendidikan anak. Orangtua sebaiknya menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam berbagai aspek sesuai dengan kebutuhannya, misalnya alat permainan, tempat bermain, kesempatan bermain dan eksplorasi diri, dengan demikian anak dapat tumbuh dan berkembang secara lebih sehat dan kreatif.

2. Pembentukan Karakter

Kebiasaan yang baik (karakter) dibentuk dan dikembangakan melalui proses pendidikan yang baik khususnya melalui lingkungan, pengalaman, terlebih teladan hidup orangtua. Jadi, orangtua yang menuntun anak dengan cara mendidik anak-anaknya sesuai dengan kehendak Tuhan pasti akan mendapat anak-anak yang berkarakter baik. Dan anak-anak yang berkarakter baik akan menghindari perilaku buruk.
Teladan hidup harus dilakukan orangtua setiap waktu, misalnya kebiasaan dalam penggunaan waktu dan sarana secara tepat, demikian pula berkomunikasi dan bersikap secara tepat. Anak perlu dibiasakan untuk mengatur waktu antara menonton TV dengan bermain, belajar, istirahat dan kegiatan lainnya. Apabila kebiasaan ini sudah dimiliki oleh anak, maka anak sendiri akan menyesuaikan berbagai tindakannya sehingga tidak saling menghambat.
Orangtua hendaknya benar-benar menyadari bahwa sesungguhnya anak sedang berada dalam proses perkembangan yang berkesinambungan menuju keadaan dewasa dan matang. Dalam proses perkembangannya anak dihadapkan dengan sejumlah tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya agar mencapai tahap kematangan yang sebaik-baiknya. Pendidikan pada hakikatnya merupakan bentuk upaya membantu proses perkembangan ini. Orangtua hendaknya memperhatikan karakteristik perkembangan anak dalam berbagai aspek seperti aspek sosial, intelektual, nilai, emosional, moral, fisik, dan sebagainya. Hal ini sangat diperlukan untuk memilih pendidikan yang lebih sesuai bagi anak. Orangtua dapat memberikan perlakuan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
Di samping beberapa hal di atas, orangtua diharapkan pula mengenal kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan taraf perkembangannya. Tindakan orangtua yang bijaksana adalah tindakan yang disesuaikan dengan jenis dan sifat kebutuhan anak. Beberapa jenis kebutuhan anak yang perlu mendapat perhatian antara lain adalah, kebutuhan akan kasih sayang, kebebasan positif untuk bertumbuh, penghargaan, penerimaan (baik ketika berhasil maupun gagal) sekaligus dorongan, kedamaian dan keharmonisan keluarga.

3. Orangtua sebagai Motivator dan Komunikator

Orangtua sebagai motivator. Apa yang dimaksud tokoh idola? Dalam pengertian sehari-hari idola sering diartikan sebagai “pujaan”, sehingga makna tokoh idola ialah seseorang yang dijadikan subjek pujaan untuk ditiru atau dijadikan rujukan dalam berperilaku. Tanpa disadari hampir semua orang terutama remaja selalu memiliki tokoh idola untuk dijadikan sebagai sumber rujukan bagi kepentingan perkembangan dirinya yang berupa tokoh dalam berbagai bidang seperti olahraga, musik, politik, bisnis, dan pendidikan. Umumnya seseorang mengidolakan orang lain ketika ia mulai mewujudkan identitas diri khusunya dalam aspek-aspek tertentu yang ada pada idolanya tersebut, misalnya aspek kepemimpinannya, intelektualnya, fisiknya, dan sebagainya untuk dapat dijadikan pola dalam perwujudan dirinya. Ia akan memilih hal-hal tertentu yang akan diinternalisasikan ke dalam dirinya dengan cara meniru misalnya meniru cara bicara, cara berpakaian, dan penampilannya.
Mencari dan memiliki tokoh idola tidak segampang yang dibayangkan, banyak masalah yang timbul, antara lain ketidakmampuan mencari dan memiliki tokoh idola yang positif sehingga dapat diperkirakan perkembangan diri akan banyak mengalami hambatan seperti kurang arah, kurang motivasi, bahkan idola yang tidak sesuai dengan norma dan nilai lingkungan.

Membimbing anak memerlukan kemampuan, dalam hal ini orangtua harus memiliki kemampuan membimbing anak, namun disadari bahwa tidak semua orangtua mampu membimbing anak kearah perwujudan diri dengan tokoh idola yang tepat. Sebenarnya tokoh idola itu dapat dimulai dari keluarganya, khususnya orangtua. Orangtua harus dapat menjadi sumber idola atau dalam hal ini disebut sebagai “sumber motivasi” bagi anak-anak. Hal ini hanya mungkin terjadi kalau pola-pola keteladanan orangtua dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya atas dasar kasih yang tulus. Orangtua wajib memberi bimbingan dan arahan, membantu anak dalam mengembangkan kreativitas. Orangtua adalah motivator sekaligus idola anak-anaknya. Ingat kebenaran ini: anak yang diberi motivasi agar menjalani kehidupan yang lebih baik maka hasilnya anak belajar percaya diri.

Orangtua sebagai komunikator. Komunikasi yang bersifat dialogis sangat membantu perkembangan anak. Melalui komunikasi yang baik antara anak dan orangtua, membuat kedua belah pihak mendapat kesempatan untuk melakukan dialog yang interaktif. Melalui dialog yang baik, anak akan memperoleh berbagai informasi dan sentuhan-sentuhan pribadi yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dirinya, sekaligus anak akan mempelajari nilai-nilai yang diperlukan dalam memilih berbagai tindakan. Dengan nilai-nilai yang baik tersebut maka pengaruh-pengaruh buruk dari luar dapat dicegah sedini mungkin.
Orangtua perlu mengembangkan komunikasi yang efektif sehingga terjadi kesamaan persepsi mengenai berbagai aspek kehidupan. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang sedemikian rupa terjadi di mana pesan yang disampaikan oleh pemberi pesan dapat diterima secara tepat oleh penerima pesan; anak-anak dan orangtua adalah komunikator dalam arti akan selalu diposisi sebagai pemberi dan penerima pesan.

4. Beberapa Bentuk Keteladanan Orangtua dalam Keluarga

1 Korintus 11:3 menunjukkan ada tiga kepala sebagai otoritas, ini adalah struktur keluarga yang ditetapkan oleh Allah: pertama, kepala dari tiap laki-laki adalah Kristus; kedua, kepala dari perempuan adalah laki-laki. Jadi, laki-laki atau ayah adalah pemimpin. Ketiga, kepala dari Kristus adalah Tuhan. Sama seperti seorang prajurit harus tunduk kepada panglima, dan panglima tunduk kepada jendralnya. Yang membedakan hirarki dalam keluarga adalah fungsi bukan posisi; karena di mata Tuhan posisi laki-laki dan perempuan adalah sama.

4.1. Keteladanan orangtua sebagai Imam, Pelindung, dan Penasihat

Imam. Perintah Tuhan dalam 1 Timotius 2:8 agar suami/ayah dan isteri berdoa agar supaya Iblis tidak mudah merusak keluarga. Jika orangtua khususnya para ayah mengangkat tangan, maka Tuhan pasti turun tangan untuk memberkati keluarganya. “...supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan...”
Pendidikan dalam keluarga merupakan inti dari pendidikan secara keseluruhan, inti dari pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan rohani. Pendidikan rohani yang dilakukan oleh orangtua secara dini dan sebaik-baiknya kepada anak akan memberikan fondasi kepribadian yang kokoh, cerdas dan mandiri terutama dalam menghadapi berbagai tantangan dari luar. Orangtua terutama ayah yang mengerti fungsinya sebagai imam sebenarnya sedang menaati perintah Tuhan sekaligus menolong keluarga terutama anak-anaknya dalam menjalani hidup yang penuh dengan godaan dan tantangan.

Dari sudut pandang psikologi, godaan merupakan suatu rangsangan (stimulus) dengan intensitas daya tarik yang kuat sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan dirinya; suatu godaan akan terjadi apabila ada rangsangan yang kuat baik dari luar diri maupun dalam diri anak. Misalnya anak yang sedang berkonsentrasi belajar menjadi tergoda bila ia melihat penyanyi kesukaannya di acara televisi; timbul pertentangan dalam dirinya antara kekuatan untuk melihat acara tersebut atau untuk terus belajar. Si anak dikatakan tergoda apabila ia akhirnya lebih memperhatikan acara tersebut. Selain karena rangsangan yang kuat, godaan akan lebih mudah terjadi apabila anak tidak memiliki iman dan ketahanan diri yang kuat. Iman dan ketahanan diri anak bersumber dari kualitas kepribadian anak yang berasal dari kualitas keluarga yang menanamkan nilai-nilai kerohanian dan kualitas emosional yang sehat dan mengakar pada anak.

Secara psikologis proses anak menghadapi godaan dapat dikatakan sebagai suatu mekanisme penyesuaian diri di mana anak akan mencari keseimbangan antara diri dan lingkungannya. Dalam proses ini akan terjadi berbagai kemungkinan antara yang bersifat berhasil, terganggu, gagal, dan patologis. Dikatakan berhasil bila anak mampu mendapatkan keseimbangan antara ketahanan diri dan rangsangan yang menggoda. Dikatakan terganggu apabila keseimbangan anak mengalami goncangan dalam melaksanakan perilakunya karena intervensi godaan. Dikatakan gagal apabila anak tidak mencapai tujuan karena teralihkan perhatian dan kegiatannya kepada godaan. Dan akhirnya yang dikatakan patologis apabila anak mengalami berbagai gangguan atau sakit baik fisik maupun psikis sebagai akibat dari godaan.

Pelindung. Dunia akan hancur, bukan karena perang atau bencana alam, namun hancur karena banyaknya ayah yang tidak menjadi pelindung dan tidak bertanggung jawab. Hakim-hakim 11 menceritakan tentang Yefta sebagai hamba Tuhan sekaligus hakim yang dahulu memiliki latar belakang yang jahat karena ayahnya tidak bertanggung jawab. Anak yang tidak mendapat perlindungan dan kasih sayang seorang ayah cenderung jahat hati dan perilakunya.

Penasihat. Dalam kamus bahasa Indonesia, nasihat artinya jalur atau garis-garis batas. Banyak anak lebih suka meminta nasihat kepada ibu, karena ibulah yang mengandung dan melahirkan anak, namun sangat disayangkan banyak ibu yang tidak tegas dalam memberi nasihat, sehingga anak tidak berada pada jalur semestinya. Mengingat dampak tersebut, maka jalur atau garis-garis batas sepantasnya diberikan oleh ayah yang umumnya lebih tegas dan berwibawa. 1 Tesalonika 2:11 membuktikan bahwa salah satu tugas penting seorang ayah adalah menasihati dan menguatkan hati: “... Seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu...”

Salam





Keteladanan Hidup Orangtua dalam Keluarga

Keteladanan Hidup Orangtua dalam Keluarga


Keluarga adalah penyelamat dunia. Banyak pasal dalam Alkitab yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk membuktikan bahwa keluarga adalah penyelamat dunia. Keluaran 2 menceritakan tentang kelahiran Musa. Bangsa Israel yang mengalami penindasan oleh bangsa Mesir akhirnya diselamatkan Tuhan melalui Musa. Demikian pula Hakim-hakim 13 menceritakan latar belakang kelahiran Simson yang membawa pembebasan bangsa Israel atas dari penindasan bangsa Filistin. Alkitab selalu menulis proses kelahiran seseorang (bahkan kelahiran Yesus Kristus) untuk menyelamatkan suatu bangsa. Dari beberapa contoh ini dapat disimpulkan bahwa keluarga di mata Tuhan merupakan suatu lembaga yang dipersiapkan untuk menyelamatkan bangsa/dunia, oleh karenanya, orangtua harus berperan maksimal dalam keluarga.

Konsep Keteladan Hidup Orangtua dalam Keluarga

Meniru, dinamis dan berkreasi merupakan karakteristik anak. Pembentukan perilaku anak terjadi melalui peniruan dari apa yang anak saksikan di sekitarnya. Anak selalu terdorong untuk aktif melakukan berbagai aktivitas dalam eksplorasi diri dan lingkungannya. Begitu pula anak selalu aktif untuk melakukan berbagai kegiatan yang mungkin sifatnya baru dan ingin mencoba. Hal itu terjadi karena besarnya dorongan anak untuk mengenal segala sesuatu di lingkungannya.
Berkaitan dengan karakteristik di atas, dalam memberikan pendidikan kepada anak, orangtua hendaknya menjadi sumber keteladanan bagi anak. Anak akan dengan mudah mengikuti apa yang dilakukan orangtuanya baik melalui perkataan maupun perbuatan; oleh karenanya orangtua harus selalu memberikan contoh hidup sebagai keteladanan baik berupa dorongan maupun motivasi untuk melakukan hal-hal yang positif dan menghindari hal-hal yang negatif.

Mendidik anak merupakan salah satu tugas kewajiban orangtua sebagai konsekwensi dari komitmennya untuk membina rumah tangga melalui pernikahan. Anak yang lahir ke dunia pada hakikatnya merupakan titipan dari Tuhan kepada orangtua untuk dididik dan disiapkan bagi peranannya di masa yang akan datang. Kondisi dan kualitas kehidupan seseorang, khususnya seorang anak di masa yang akan datang sangat bergantung pada sejauh mana orang tua telah menanamkan investasinya melalui teladan hidup bagi anak-anaknya. Orangtua yang akan menikmati kebahagiaan di hari tuanya adalah orangtua yang sejak dini telah memberikan teladan hidup bagi anak-anaknya melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik dan bermakna.

Anak lahir ke dunia dalam keadaan tidak berdaya, meskipun sebenarnya sudah membawa sejumlah potensi sebagai bekal untuk kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang. Dalam ketidakberdayaan itulah orangtua diharapkan mampu memberikan pengaruh yang bermakna demi perkembangan anak selanjutnya melalui teladan hidup. Kewajiban orangtua juga untuk mengembangkan potensi itu melalui teladan hidup sehingga terbentuk manusia yang utuh. Pada hakikatnya teladan hidup otang tua merupakan suatu usaha sadar dari orangtua untuk mempersiapkan anak bagi peranannya di masa yang akan datang. Keberhasilan atas teladan hidup orangtua akan terlihat dari perwujudan diri anak dalam peranan-peranannya setelah memasuki kehidupan di masa dewasa dan seterusnya.

Jadi, teladan hidup orangtua dalam keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbuatan baik orangtua (ayah dan ibu) yang didasarkan pada terang firman Tuhan (Alkitab) yang patut ditiru anak, karena keteladanan demikian merupakan inti dan fondasi dari upaya pendidikan secara keseluruhan di rumah yang juga mempengaruhi di dunia (lingkungan di mana sang anak berada). Teladan hidup yang baik dalam keluarga akan menjadi fondasi yang kokoh bagi upaya-upaya pendidikan selanjutnya baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dalam hubungannya dengan upaya mencerdaskan anak, teladan hidup dalam keluarga merupakan andalan pertama dan utama bagi upaya menyiapkan anak agar berkembang secara optimal dan bermakna.
Pembentukan Karakter Kristen

Pembentukan Karakter Kristen


Refisi 6 Agustus 2019
Pengertian Pembentukan Karakter Kristen

Berikut ini akan diuraikan tentang pengertian karakter, kepribadian dan pembentukan karakter Kristiani.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata karakter diartikan dalam beberapa pengertian:
1. sifat-sifat kejiwaan,
2. akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Definisi kamus tersebut di atas menjadi definisi yang tidak berubah dari waktu ke waktu, definisi ini disebut definisi kamus atau arti kata dalam sebuah kamus. Arti kamus tidak akan berubah kecuali ada perubahan yang dilakukan oleh tim ahli Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Selain definisi di atas, kita juga diperkaya lagi dengan arti secara konseptual, atau lebih tepat disebut definisi konseptual. Definisi konseptual artinya definisi yang dibuat oleh seseorang setelah mengkaji arti suatu kata dalam sebuah variabel penelitian. Sekarang mari kita memperhatikan beberapa definisi konseptual berikut ini.
1. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Kementerian Pendidikan Nasional).
2. Menurut W.B. Saunders, karakter adalah sifat nyata yang ditunjukkan oleh setiap individu, atau sejumlah atribut yang dapat diamati pada setiap individu.
3. Menurut Gulo karakter adalah kepribadian yang mempersoalkan dari titik tolak etis atau moral, seperti kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
4. Definisi Saunders dan Gulo searah dengan definisi Kamisa. Menurut Kamisa, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, perbuatan baik atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Hal ini berarti seorang yang berkarakter berarti seorang yang mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Pembentukan karakter adalah terbentuknya sejumlah sifat atau kebiasaan positif dalam kehidupan seseorang yang diwakilli oleh pemikiran, nilai, motivasi, sikap, perasaan dan tindakan.
5. Karakter tidak lain adalah penggambaran tingkah laku setiap individu dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implicit dalam interaksinya dengan lingkungan sosial.

Penjelasan tentang beberapa definisi di atas menolong kita untuk dapat membedakan karakter dengan kepribadian. Kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial. Bedanya yakni karakter adalah sifat yang terbentuk sedangkan kepribadian adalah sifat yang diwariskan secara genetika. Misalnya seorang yang berkepribadian periang tentu karena ada keluarga atau salah satu dari kedua orangtua adalah periang sehingga sifat ini secara genetika terbentuk dalam diri seseorang sehingga di mana saja ia dapat bersikap girang, hal yang sama berlaku untuk kepribadian seseorang yang bersifat pendiam. Sikap pendiam adalah sesuatu yang diwariskan dari keluarga atau orangtua, dengan demikian anak yang berkepribadian pendiam akan sangat berbeda dengan anak periang. Namun karakter atau kebiasaan baik dapat dipelajari oleh kedua anak yang memiliki kepribadian berbeda. Contoh, rajin, pekerja keras, jujur dapat dibentuk dalam diri anak yang berkepribadian periang dan pendiam.Karakter dan kepribadian keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
Lalu kita bertanya, bagaimana karakter terbentuk dalam diri seseorang.

Kepribadian adalah bawaan sejak lahir, misalnya kepribadian sebagai orang yang pendiam. Kepribadian demikian merupakan warisan karena genetika orangtua yang terbawa dalam diri seseorang. Sementara karakter adalah sifat atau kebiasaan yang dapat terbentuk atau dimiliki dalam diri seseorang karena lingkungan. Dalam hal ini pembentukan karakter atau sifat-sifat baik itu merupakan usaha seseorang untuk bersedia melakukan hal-hal yang baik dalam dirinya. Misalnya seorang anak menjadi rajin bekerja karena melihat keluarga, tetangga yang rajin bekerja. Misalnya waktu bangun pagi merapikan tempat tidur, mencuci piring, memasak, mencuci pakaian, dll. Seorang anak laki-laki yang tidak terbiasa memasak menjadi bisa memasak karena pengaruh ketika studi dan kost ataupun tinggal di asrama dan mendapat jadwal memasak. Mau tidak mau seorang anak harus belajar memasak. Saya mengalmainya. Waktu saya di daerah, budaya saya membentuk saya yakni urusan masak adalah urusan perempuan. Maka saya tidak terlatih untuk masak. Namun pada waktu kuliah dan tinggal di asrama, saya harus mengikuti jadwal yang diatur di asrama seperti mendapat giliran masak, memberihkan halaman asrama, merapikan tempat tidur sebelum kuliah. Dengan kesediaan melakukan hal-hal yang baik tersebut maka terbentuklah kebiasaan baik dalam diri saya. Inilah yang disebut pembentukan karakter. Dalam pembentukan karakter, seorang berusaha untuk menanamkan dalam dirinya atau membiasakan diri melakukan hal-hal yang baik.

Apa yang saya katakan di atas searah dengan definisi yang diberikan E.Mulyasa tentang pembentukan karakter. Bagi Mulyasa, pembentukan karakter adalah adalah usaha menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga peserta didik memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepeduliaan dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggungjawab, hormat terhadap orang lain.
Seorang filsuf dunia yaitu Aritoteles menyatakan bahwa karakter erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan diamalkan. Kita tahu bahwa Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani. Dalam bahasa Yunani karakter diartikan menandai atau Inggris “to mark” dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari”.
Karakter sebagaimana yang didefinisikan di atas adalah deskripsi tentang pembentukan karakter positif atau karakter yang baik. Berlawanan dengan yang positif ada pula karakter negatif. Karakter inipun terbentuk dalam diri seseorang karena lingkungan. Misalnya seseorang yang berperilaku tidak jujur, curang, kejam dan rakus dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter jelek, sebaliknya orang yang berperilaku baik, jujur, dan suka menolong disebut sebagai orang yang memiliki karakter baik.

Berdasarkan paparan di atas, pembentukan karakter Kristiani adalah terbentuknya sifat-sifat positif dalam diri orang Kristen. Sifat-sifat yang terbentuk dalam diri orang Kristen adalah sifat-sifat terbaik yang diajarkan dalam Alkitab. Misalnya ajaran tentang Kasih. Ketika nilai-nilai kasih itu terwujud dalam kebiasaan seorang Kristen dalam kehidupan sehari-hari maka dapat dikatakan maka orang Kristen tersebut telah membentuk dalam dirinya suatu karakter Kristen yaitu karakter kasih. Selain itu orang Kristen Indonesia harus mebnetuk sebuah sifat positif dalam dirinya sebagai bangsa Indonesia, misalnya cinta tanah air, mencintai kebhinekaan dan seterusnya.
Jadi, individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (KBBI, 2011:2013). Jadi, menurut sumber-sumber di atas, karakter adalah sifat-sifat atau kebiasaan yang terbentuk dalam diri.

Salam

Yonas Muanley

Variabel yang berkorelasi terhadap tiga kecakapan peserta didik

Variabel yang berkorelasi terhadap tiga kecakapan peserta didik


Berikut ini saya paparkan tentang variabel-variabel yang diduga mempunyai pengaruh terhadap peningkatan Kecakapan atau kompetensi peserta didik dalam Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik. Ketiga variabel yang dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Teladan Guru Pendidikan Agama Kristen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keteladanan atau teladan adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh. Keteladan itu berupa perbuatan, kelakuan, sifat dan sebagainya.(KBBI, 2007: 1427). Bila dihubungkan dengan Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen maka yang dimaksudkan dengan Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen adalah sejumlah karakter unggul dalam diri seorang guru Agama Kristen yang patut ditiru oleh peserta didik. Ini berarti seorang Guru Pendidikan Agama Kristen perlu memiliki sifat-sifat mulia dalam dirinya. Hal ini disebabkan karena seorang guru adalah orang yang patut menjadi teladan.

Keteladan guru Pebdidikan Agama Kristen sedemikian penting karena guru Pendidikan Agama Kristen adalah seorang pribadi yang bertindak sebagai pendidik dan pengajar (pemberi instruksi edukatif dalam nilai-nilai Kristiani yang bersumber dari Alkitab). Dalam kapasitas Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai pendidik dan pengajar, ia harus menunjukkan keteladanan yang patut dicontohi peserta didik. Sebagai pendidik, guru Pendidikan Agama Kristen menginternalisasi nilai-nilai edukasi Kristen dalam wujud perilaku positif, sedangkan dalam perannya sebagai pengajar, seorang guru Pendidikan Agama Kristen harus bertindak profesional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar dan dimaknai sebagai tugas profesi”.(KBBI, 2007:377). Dalam penegasan yang terakhir, yaitu guru sebagai tenaga profesional maka ia mesti melakukan apa yang dikatakan oleh Ornstein dan Levine sebagaimana dikutip dalam judul buku “Profesi Keguruan” yang ditulis oleh Soetjipto berikut ini:

Selain itu, profesi dapat pula diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis secara insentif. Searah dengan pengertian ini patut dikemukakan suatu pendapat dari Andar Gultom tentang pengertian profesi Guru Pendidikan Agama Kristen seperti yang dinyatakan dalam judul buku: Profesionalisme, Standar Kompetensi dan Pengembangan Profesi Guru PAK.

Dalam pengertian bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian khusus. Oleh karena itu suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi, membutuhkan kualifikasi khusus melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru dalam kapasitasnya sebagai pengajar profesional mesti memiliki pengalaman dalam apa yang disebut: guru yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya kemudian diharapkan menjadi teladan yang baik terhadap peserta didiknya. Proses ini telah berlangsung, sedang dan akan berlangsung dalam diri seorang guru yang bertindak sebagai pengajar profesional. Dalam konteks pembahasan Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai teladan bagi peserta didik maka berlakulan prinsip kebenaran ini. Seorang Guru Pendidikan Agama Kristen adalah seorang yang dapat diandalkan dalam memberi layanan edukasi kepada peserta didik, layanan edukasi tersebut dilakukan dengan kesediaan guru Pendidikan Agama Kristen menguasai materi Pendidikan Agama Kristen yang diajarkannya, serta berusaha untuk memiliki citra yang baik di masyarakat, menunjukkan karakter (sifat/kebiasaan) yang positif yang menjadi panutan atau teladan bagi masyarakat yang ada disekelilingnya.

2. Pembentukan Karakter Kristiani Peserta Didik

Karakter mulia itu bersumber dari karakter yang Tuhan Yesus Kristus ajarkan. Seorang guru PAK selain harus mempunyai kualifikasi dan kompetensi khusus dalam pendidikan agama kristen, juga dituntut untuk mencerminkan hidup dan karakter Tuhan Yesus Kristus dalam hidup dan tugas panggilannya sebagai pengajar Kristen. Tujuannya ialah agar selain memperoleh informasi dan pencerahan, para peserta didik memiliki hidup dan karakter yang sesuai dengan kehendak Tuhan Yesus Kristus.
Karakter mulia yang perlu dimiliki oleh peserta didik yang beragama Kristen karena pengaruh keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen itu seperti: peserta didik Kristen memiliki karakter mencintai Tuhan dan segenap ciptaan-Nya. Kecintaan terhadap Tuhan yang dimaksud disini adalah Allah Tritunggal. Allah Bapa, Anak yaitu Yesus Kristus dan Rohulkudus, memiliki karakter mandiri dan tanggungjawab melaksanakan tugas, memiliki karakter jujur, karakter hormat dan santun terhadap orang lain, dermawan, suka menolong dan kierja keras, karakter memimpin dan keadilan, karakter baik dan kerendahan hati sebagaimana yang diajarkan Tuhan Yesus: berbahagialah orang yang miskin atau rendah hati di hadapan Allah (Bnd. Mat. 5), karakter toleransi yaitu menghargai perbedaan, mencintai kedamaian, dan kesantunan. Dan masih banyak karakter mulia yang perlu terbentuk dalam diri peserta didik. Untuk itulah maka berbagai bentuk pendidikan karakter dilakukan, salah satunya pendidikan karakter melalui keteladanan kehidupan Guru Pendidikan Agama Kristen. Memang mesti disadari bahwa Pendidikan Agama Kristen di sekolah mengajarkan tentang nilai-nilai pendidikan Agama yang berhubungan dengan karakter tetapi perlu juga penerapan yaitu melalui pemodelan yang dilakukan oleh Guru Pendidikan Agama Kristen.

Keteladanan guru PAK yang mampu mempengaruhi para peserta didik untuk meneladani kehidupannya adalah karena adanya kuasa dan karakter Tuhan Yesus Kristus didalam hidupnya. Sangat mustahil bagi seorang guru PAK untuk mampu mempengaruhi para peserta didik lewat materi pengajarannya tanpa kuasa dan karakter Tuhan Yesus Kristus didalam kehidupan pribadinya. Keteladanan Guru PAK itu memiliki pengaruh bagi pembentukan karakter peserta didik maka penulisan menyarankan kepada para guru PAK dan para calon guru PAK, agar tidak hanya memperlengkapi diri dengan pengetahuan Alkitab, tetapi harus menghidupi hidup dan karakter yang mulia yang bersumber dari Tuhan Yesus Kristus sebagaimana yang ada dalam Alkitab. Keteladanan hidup merupakan faktor terpenting dalam pembentukan karakter peserta didik maka disarankan kepada sekolah atau lembaga pendidikan agar mempersiapkan calon guru dengan kemampuan Kognitif, psikomotorik (ketrampilan) dan kemampuan karakter (Afektif), agar kelak Guru Pendidikan Agama Kristen adalah pribadi-pribadi yang memiliki karakter unggul.

3. Meyakini Panggilan Tuhan dalam diri seorang Guru

Pekerjaan menjadi guru merupakan sebuah pekerjaan yang mulia. Pekerjaan ini tidak akan dikerjakan secara serius bila seseorang tidak mempunyai panggilan Tuhan atau karunia dalam dirinya untuk mengajar. Panggilan Tuhan atau karunia Tuhan dalam diri seseorang sebagai pengajar akan menggairahkan seseorang untuk mengajar. Jadi guru yang merasakan panggilan dalam dirinya akan terdorong oleh visi dan misi mengajar.

Dalam Efesus rasul Paulus berbicara tentang adanya jabatan-jabatan dan karunia-karunia dalam pelayanan yang dikaruniakan Allah. Diantaranya ada jabatan dan karunia sebagai pengajar (Roma 12:6-8; Efesus, 4:11-13;1 Korintus 12:28).
Merujuk pada pemaparan di atas maka seorang yang memutuskan untuk memilih pekerjaan sebagai seorang guru harus meyakini bahwa Tuhan memanggil dirinya untuk melakukan tugas mengajar. Dengan kata lain meyakini bahwa mengajar adalah panggilan ilahi yang harus dilakukan seseorang dengan penuh keiklasan. Mengajar bukan kegiatan sekadar mendapat penghasilan tetapi mengajar adalah menghidupi panggilan Tuhan sebagai seorang pangajar.

4. Peningkatan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Peserta Didik

Pembentukan Kognitif Siswa. Aspek kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, menegtahui dan memecahkan masalah. Menurut Bloom (1956) tujuan domain kognitif terdiri atas enam bagian : Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan mengacu kepada kemampuan mengenal materi Pendidikan Agama Kristen atau pelajaran lain yang diberikan di sekolah yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar. Pemahaman (comprehension). Penerapan (application), Analisis (analysis), Sintesa (evaluation), Evaluasi (evaluation). Sedangkan pada ranah Afektif, diharapkan terjadi pembentukan kemampuan afektif peserta didik dalam hal sikap, minat, emosi, nilai hidup dan operasiasi siswa.

Kita dapat meng klasifikasi tujuan domain afektif terbagi lima kategori : Penerimaan (recerving), Pemberian respon atau partisipasi (responding), Penilaian atau penentuan sikap (valung), Organisasi (organization), Karakterisasi / pembentukan pola hidup. Kemudian ranah Psikomotorik adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan fisik. Selanjutnya klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu : Peniruan, Manipulasi, Ketetapan, Artikulasi, Pengalamiahan. Ketiga kemampuan ini mesti tercapai dalam proses edukasi terstruktur. Ketiga kemampuan ini dapat ditingkatkan melalui berbagai variabel yang ada di dalam dan disekitar peserta didik dan guru. Variabel-variabel yang dimaksud seperti: Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen, Pembentukan Karakter Kristiani, Meyakini Panggilan Tuhan dan Peningkatan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Peserta Didik

Salam Sukses Yonas Muanley

Tujuan Pendidikan Agama Kristen

Revisi 6/8 2019

Pendidikan Kristen dilaksanakan di sekolah memiliki tujuan yang jelas. Tujuan PAK bukanlah pergumulan kini tetapi berlangsung dalam sejarah keKristenan. Di mana ada komunitas Kristen di sana berlangsung proses pergumulan itu. Itulah sebabnya maka kita menemukan banyak rumusan tujuan tentang PAK.

Tujuan Pendidikan Agama Kristen dari masa ke masa mengalami perkembangan, khususnya dalam rumusan tujuan Pendidikan Agama Kristen. Ada banyak formula atau rumusan tujuan pendidikan Kristen yang dikemukakan pendidik Kristen (ahli praktika maupun dogmatika/teolog). Formula-formula itu tidak dapat dideskripsikan secara menyeluruh dalam postingan ini, disini hanya dikemukakan beberapa formula rumusan tujuan Pendidikan Kristen.







Marthen Luther dalam Boehlke (2002:340) memang tidak memakai istilah tujuan pendidikan Kristen karena istilah ini dipakai secara teratur setelah pokok pendidikan itu dijadikan sebagai ilmu tersendiri. Akan tetapi dari karya dan perhatian Luther terhadap pendidikan maka dapat dirumuskan tujuan pendidikan Kristen menurut Marhin Luther yaitu menyadarkan anak didik dan orang dewasa tentang keadaan mereka yang sebenarnya, yaitu mereka orang berdosa. Maka setiap warga harus bertobat dan berseru kepada Allah agar diampuni. Dengan kata lain, tujuan pendidikan Kristen menurut Marhin Luther yaitu melibatkan semua warga jemaat, khususnya yang muda dalam rangka belajar teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira dalam Firman Yesus Kristus yang memerdekakan mereka di samping memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis, Alkitab, dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian secara bertanggungjawab dalam persekutuan kristen yaitu Gereja.

Menurut Calvin, pendidikan Kristen adalah proses pemupukan akal orang-orang percaya dengan Firman Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja sehingga di dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan yang diaplikasikan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Yesus Kristus, berupa tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya

Berdasarkan pemahaman Calvin tentang pendidikan Kristen maka menurut John Calvin, tujuan Pendidikan Kristen adalah mendidik semua warga gereja agar mereka dilibatkan dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh Kudus, diajar mengambil bagian dalam kebaktian serta diperlengkapi untuk memilih cara-cara mewujudkan suatu pengabdian diri kepada Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan mereka sehari- hari, serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah, demi kemuliaan namaNya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.

Tujuan Pendidikan Agama Kristen Menurut John Calvin

Tujuan utama Pendidikan Kristen ialah membawa peserta didik untuk mengalami perjumpaan dengan Kristus, mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh, hidup dalam keataatan serta mampu mempraktekkan imannya dalam kehidupan sehari hari.
Selain tujuan di atas, ada pula tujuan pendidikan Kristen di sekolah diselenggarakan dengan arah yang jelas. Arah itu disebut dengan tujuan. Ada tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan Kristen di sekolah. Dalam konteks ini, ada beragam pandangan tentang tujuan pendidikan di sekolah. Pembahasan ini sengaja dipisahkan dengan tujuan pendidikan Kristen menurut Kurikulum Pemerintah karena di dalam kurikulum pemerintah telah dirumuskan tujuan pendidikan Kristen mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi. Dalam kurikulum pemerintah telah dirumuskan “Standar Kompetensi” dan “Kompetensi Dasar” serta indikator-indikatornya. Dengan demikian pembahasan tujuan pendidikan Kristen dalam bahasan ini hendak mengemukakan beragama pandangan tentang pendidikan Kristen kemudian pada pokok “pendidikan Kristen di Sekolah sesuai Kurikulum Pemerintah RI, akan dibahas tujuan pendidikan Kristen di sekolah berdasarkan rumusan tujuan atau standar kompetensi yang dikeluarkan pemerintah. Dan sejauh mana isi kurikulum itu mempengaruhi siswa Kristen terhadap berbagai gerakan, khususnya “Gerakan Zaman Baru”.
Pendidikan Kristen di sekolah bukanlah semata-mata untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang telah ditetapkan, tetapi lebih jauh dari pada itu. Lewat Pendidikan Kristen siswa diharapkan dapat berkembang terus dalam pemahaman tentang Allah dan menolong mereka supaya dapat hidup sebagai murid-murid Kristus.

Jadi, pendidikan Kristen di sekolah adalah sebuah alat strategis dalam pembentukan iman dalam arti yang sesungguhnya, terutama di dalam menghadapi heterogenitas masyarakat Indonesia. Untuk itulah bahwa Pendidikan Kristen harus dikelola secara sungguh-sungguh. Peserta didik yang telah mengikuti pengajaran Kristen mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi diharapkan menjadi bekal utama dalam hidupnya. Faktor yang amat penting dalam mencapai keberhasilan Pendidikan Kristen di sekolah ialah guru Pendidikan Kristen. Oleh karena itu seorang guru Pendidikan Kristen dalam memenuhi panggilannya haruslah terus memperlengkapi diri agar menjadi alat yang berguna ditangan Tuhan. Guru bertanggung jawab kepada Tuhan, kepada sekolah, kepada gereja dan kepada masyarakat. Pendidikan Kristen haruslah dapat membawa peserta didik menjadi pribadi yang terbuka dan mampu hidup ditengah-tengah kemajemukan masyarakat, baik agama, suku ras maupun golongan.

Pendidikan Kristen tentang Filsafat yang berdoa

Dinamika Pendidikan AGama Kristen dari perspektif filsafat yang berdoa. Lalu apa dan Bagaimana Filsafat yang BerDOA. Jawabannya kita mulai dengan doa kemudian dalam postingan berikutnya kita bahasa filsafat yang berdoa.
Definisi Doa dalam Kamus
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, doa adalah suatu permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Doa adalah permohonan untuk mengharap, memuji, meminta sesuatu kepada Tuhan.
Doa Dalam Alkitab
Doa adalah kebaktian yang mencakup segala sikap roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah.
Orang Kristen berbakti kepada Allah jika ia memuja, mengakui, memuji dan mengajukan permohonan kepada-Nya dalam doa.
Doa adalah percakapan yang dapat dilakukan oleh roh manusia, dapat juga dipandang sebagai persekutuan dengan Allah, selama penekanannya diberikan kepada prakarsa ilahi. Dalam pengertian ini bila seseorang tergerak berdoa maka Allah telah menyentuh rohnya. Doa demikian bukanlah suatu `tanggapan wajar dari manusia`, karena `apa yang dilahirkan dari daging dalah daging` (Yoh. 4.24). Sebagai akibatnya , Tuhan tidak `mengindahkan` setiap doa (Yes. 1.15, 29.13).
Alkitab mengajarkan bahwa doa menekankan sifat Allah, perlunya seseorang berada dalam hubungan penyelamatan atau dalam hubungan perjanjian dengan Dia, lalu secara penuh masuk ke dalam segala hak istimewa dan kewajiban dari hubungan dengan Allah.(Ensiklopedia, 1979:249)
Doa juga adalah tindakan menghubungkan diri dengan Tuhan dengan, atau tanpa perkataan. Percakapan antara Allah dan manusia diberitakan dalam Perjanjian Lama.
Kita dapat melihat dalam Doa Abraham, Kejadian 15:1-6. Musa, Keluaran 3:1-4.; 33:11. Para Nabi, 1 Samuel 3:4-9.
Doa dalam Perjanjian Lama mencakup permohonan, syafaat, pengakuan dan pengucapan syukur.
Doa dalam Perjanjian Lama ditentukan jam-jam dan hari-hari tertentu. Dalam Perjanjian Baru, Yesus yang sering berdoa kepada Bapa-Nya dan mengajarkan Doa Bapa Kami kepada murid-murid-Nya (Mat. 6:9-13, Luk 11:2-4).
Doa juga dibicarakan dalam surat-surat kiriman para rasul yang mengajarkan bahwa doa kepada Allah dilakukan melalui Kristus (Rom. 1:8).
Dalam hal ini, doa dalam Perjanjian Baru mencakup pujian (Kis. 2:47). Pengucapan syukur (1 Kor. 14:16-17) dan permohonan (Fil. 4:6). Doa tidak dipandang memaksa Allah untuk bertindak tetapi tetapi sebagai memohon agar jadilah kehendak Allah dan datanglah kerajaan-Nya atau datanglah kerajaanMu sebagaimana muncul dalam doa Bapa Kami (Mat.6:9-10)

Doa Dalam Komunitas Perjanjia Lama

Pertama, komunitas Peranjian Lama yang penulis maksudkan yaitu pada zaman para Bapak Leluhur. Pada zaman bapak leluhur doa adalah menyeru nama Tuhan (Kej. 4.26….) yakni Nama yang kudus itu disebut dalam doa atau permohonan. Karena itu ada hubungan langsung dan keakraban dalam doa (Kej. 15.2). doa juga dihubungkan erat dengan persembahan korban (Kej. 13.4….)
Kedua, Komunitas Peranjian Lama pada Zaman pra Pembuangan. Pada zaman pembuangan salah satu tekanan utama doa ialah syafaat, memang syafaat juga telah ada pada zaman bapak leluhur (Kej. 18.22). Syafaat khususnya penting dalam doa-doa Musa (Kel. 32….) sebagian besar umumnya adalah doa syafaat, seperti halnya dengan doa-doa Harun, Samuel, Salomo dan Hizkia.
Kesimpulannya agaknya demikian , bahwa syafaat itu agaknya terbatas pada orang-orang penting, yang oleh kedudukannya yang diberikan oleh Allah kepada mereka apakah sebagai nabi, imam atau raja, memiliki kekuasaan khusus dalam doa sebagai pengantara Allah dan manusia.
Ketiga, Doa pada Zaman pembuangan. Selama masa pembuangan factor penting dalam agama orang Yahudi ialah munculnya rumah sembahyang (sinagoge). Bait suci di Yerusalem telah menjadi puing, dan upacara-upacara di mezbah serta korban-korban tak dapat dilayankan di Babel yang tidak suci itu. Seorang Yahudi kini tidak lagi orang yang telah dilahirkan dalam persekutuan dan menetap di situ, tapi lebih berwujud seseorang yang memilih menjadi Yahudi. Pusat umat beragama ialah rumah sembahyang, dan diantara kewajiban keagamaan yang diterima seperti sunat, berpuasa dan pemeliharaan sabat, maka doa menjadi penting.
Keempat, Doa pada Zaman setelah pembuangan. Doa ini dapat kita lihat dalam (Ezr.7.27…). doa-doa mereka juga mengandung pelajaran (Ezr.9.6-15…) . (Mzm.55.17, Dan. 6.10).

Menalar tentang filsafat yang berdoa memang begitu mealtih pikiran untuk bertumpu pada pemberi pikiran. Dalam terminologi Kristen mempertanggungjawabkan peta dan gambar Allah. Demikianlah filsafat yang berdoa
Lalu kapan kita menemukan filsafat yang berdoa?

Paulus sebagai Model untuk Diteladani: Sebuah Kontribusi Pendidikan Karakter

Sumber: Pixabay

Para penafsir dalam kelompok ini di samping setuju bahwa Paulus mempresentasikan hidupnya untuk bersaksi mengenai kuasa injil yang mengubahnya (pandangan kedua di atas), namun mereka lebih menekankan mengenai dimensi lain dari potret diri Paulus dalam Galatia 1-2. Para penafsir ini berargumentasi bahwa Paulus mempresentasikan narasi autobiografisnya dalam bagian ini sebagai sebuah model atau teladan untuk diimitasi oleh jemaat di Galatia. Itulah sebabnya, Paulus mempresentasikan berbagai kualitas yang mesti diteladani oleh jemaat Galatia dari kehidupannya:
·         Kesetiaan terhadap injil dan daya tahan menghadapi tekanan;
·         Respons yang utuh terhadap injil dan komitmen terhadap klaim-klaim eksklusifnya;
·         Tidak berpusat atau menetap dalam satu wilayah saja melainkan mengadakan ekspansi bagi injil;
·         Berupaya menyenangkan Tuhan ketimbang menyenangkan manusia;
·         Tidak lagi bergantung atas ketaatan legalistik terhadap Taurat tetapi kebebasan injil; 
·         Integritas personal dan sikap yang konsisten; dan
·         Kehidupan yang merefleksikan karakter injil.
Beberapa penafsir dari kelompok ini melihat adanya paralel antara aspek-aspek tertentu dari pengalaman Paulus (tekanan-tekanan yang dihadapinya) dan situasi yang dihadapi oleh para pemimpin jemaat di Galatia. Mereka menganggap bahwa beberapa bagian dari narasi Paulus mestinya dilihat sebagai analogi-analogi deliberatif atau dramatisasi dari krisis yang terjadi di Galatia. Perlu dicatat bahwa pandangan ini menjadi semakin variatif dengan adanya upaya untuk membandingkan Galatia 1-2 dengan tulisan-tulisan autobiografi yang terdapat dalam lingkungan Greco-Roman (Mis P. Koptak, 1990)
Implikasinya bagi kehidupan Kristen masa kini. PertamaSeorang pendidik Kristen, nara didik Kristen, warga Kristen perlu membangun kesetiaan terhadap Injil dan daya tahan menghadapi tekanan karena Injil Yesus Kristus. Kedua, Seorang pendidik Kristen (Guru PAK, Dosen STT), nara didik/peserta didik/mahasiswa Kristen perlu menunjukkan respons yang utuh terhadap injil dan komitmen terhadap klaim-klaim eksklusifnya. Ketiga, Seorang pendidik Kristen (Guru PAK, Dosen STT), nara didik/peserta didik/mahasiswa Kristen perlu menunjukkan keberadaannya tidak berpusat atau menetap dalam satu wilayah saja melainkan mengadakan ekspansi bagi injil. Keempat, Seorang pendidik Kristen (Guru PAK, Dosen STT), nara didik/peserta didik/mahasiswa Kristen perlu menunjukkan upaya menyenangkan Tuhan ketimbang menyenangkan manusia. Kelima, Seorang pendidik Kristen (Guru PAK, Dosen STT), nara didik/peserta didik/mahasiswa Kristen perlu menunjukkan sikap tidak lagi bergantung atas ketaatan legalistik terhadap Taurat tetapi kebebasan injil. Seorang pendidik Kristen (Guru PAK, Dosen STT), nara didik/peserta didik/mahasiswa Kristen perlu menunjukkan Integritas personal dan sikap yang konsisten; dan Seorang pendidik Kristen (Guru PAK, Dosen STT), nara didik/peserta didik/mahasiswa Kristen perlu menunjukkan kehidupan yang merefleksikan karakter injil.
Selamat meneladani kehidupan Paulus
Salam Yonas Muanley



Pendidikan Agama Kristen Tentang Surat Kolose

Pendidikan Agama Kristen Tentang Surat Kolose

Revisi 6/8 2019

Standar Kompetensi Pendidikan Agama Kristen tentang Surat Kolose yaitu para pembaca mampu menjelaskan, menganalisis dan Kitab Kolose dari segi penulisan sampai kepada garis besar surat Kolose dan menerapkannya dalam pelayanan kependidikan Gereja di Gereja (Katekisasi, SM, dan di Sekolah Formal: SD, SMP, SMA/SMU/SMTK dan PT.
Kompetensi Dasar (Pokok-pokok Pembahasan)
Apa dan bagaimana Pendidikan Kristen menurut Kolose 1:15-23 maka penting untuk memahami beberapa kompetensi dasar tentang surat Kolose. Kompetensi Dasar yang dimaksud yaitu menjelaskan beberapa pokok berikut: penulis surat Kolose, tujuan penulisan, penerima surat Kolose, pendiri jemaat Kristen di Kolose, tema kita kolose, muatan teologis kitab kolose, ciri-ciri kitab Kolose, Garis besar kitab Kolose.

Kompetensi Dasar 1. Mampu menjelaskan tahun penulisan Kitab Kolose
Menurut Robert G. Bratcher dan Eugene A. Nida, Surat kepada jemaat di Kolose di tulis oleh Rasul Paulus ketika ia berada dalam penjara (4;3,18). Pada waktu itu Rasul Paulus ditemani oleh Timotius (1:1) dan enam orang rekannya yang lain, yaitu Aristarkhus, Markus, Yesus (yang digelari Yustus, jadi bukan Tuhan Yesus), Epafras, Lukas dan Demas (4:10-14). Mereka turut berkirim salam kepada jemaat di kolose. Bersma Onesimus yang berasal dari Kolose. Tikhikus mengantar surat ini disertai pesan pribadi Rasul Paulus kepada Arkhipus (4:7-9,17).

Kompetensi Dasar 2. Mampu menjelaskan ahun Penulisan kitab Kolose
Mengetahui tahun penulisan sebuah kitab dalam Alkitab dapat membantu untuk memahami isi kitab tersebut. Dalam hal ini usaha memahami tahun penulisan surat Kolose membantu untuk memahami apa yang dimaksudkan Paulus dalam surat Kolose. Ini berarti usaha memahami isi Kolose 1:15-23 tidak dapat dipisahkan dari usaha mengetahui tahun penulisan kitab Kolose.

Sabda Tuhan berlangsung dalam dimensi kultural manusia. Maksudnya bahwa Allah berfirman melalui karya tulisan seorang Rasul yaitu Paulus. Tahun penulisan, Kolose ditulis tahun 60-61 saat pemenjaraan yang pertama oleh Roma. Yang kemudian diberi catatan bahwa “mungkin ditulis pada waktu Paulus pertama kali dipenjarakan, tahun 57-59, di Kaiserea sebagaimana Nampak dalam informasi di Kisah Para Rasul 23:23-26:32), atau lebih awal lagi pada tahun 53 – 55 di Efesus (Kis. 19:1-20:1). Sedangkan dalam wikipedia dinyatakan bahwa surat ini diyakini ditulis pada musim panas (antara bulan Juni-September) tahun 58 M. Pendapat lain memberi perkiraaan tahun 57-59 atau tahun 56-58 M.(Wikipedia.org)
Kompetensi Dasar 3. Mampu menganalisis penerima Surat Kolose

Jemaat di Kolose sebagian besar terdiri dari orang-orang non-Yahudi (Kis 1:21). Dengan kata lain, surat ini ditujukan kepada orang Kristen di Kolose, sebuah kota yang terletak di sebuah propinsi, yang pada waktu itu dikenal sebagai propinsi Asia.Propinsi ini termasuk dalam wialyah kekaisaran Roma (dengan efesus sebagai ibukotanya). Kota Kolose terletak di Lembah Likus, kira-kira 175 kilometer di sebelah timur Efesus, atau kira-kira 17 kilometer di sebelah timur Laodikia dan 20 kilometer di sebelah tenggara Hieropolis sebagaimana yang disebut dalam surat Kolose (2:1, 4:13, 15-16). Paulus tidak ikut memulai pelayanan Kristen di Kolose (1:4, 2:1). Pelayanan di Kolose dimulai oleh Epafras (1:7) yang berasal dari daerah itu (4:12). Pada waktu surat Kolose ditulis, Epafras ada bersama dengan Rasul Paulus (4:12-13). Epafras juga ikut melayani di Laodokia dan Hierapolis (4:13).

Kompetensi Dasar 4. Mampu berargumentasi tentang siapa pendiri Jemaat Kristen di Kolose
Kolose adalah kota kecil di tepi sebuah jalan raya Roma di lembah Lycus, sekitar 160 km di sebelah timur ibu kota propinsi di Efesus. Dalam Kolose 2:1 menegaskan bahwa Paulus belum mengunjungi Kolose, tetapi gereja di situ mungkin didirikan sebagai hasil pelayanannya yang lebih luas.
Dalam Kisah 2:10 disebutkan mengenai orang-orang dari Frigia yang menghadiri perayaan Hari Pentakosta di Yerusalem. Pada peristiwa itu, Petrus berkhotbah dan ribuan orang bertobat. Bisa jadi, di antara orang-orang yang bertobat itu adalah orang-orang dari Frigia (bnd. Kis. 2:41). Frigia pada masa itu adalah sebuah wilayah yang di dalamnya terdapat tiga kota yang terkenal: Kolose, Loadikia, dan Hierapolis. Apakah Injil masuk ke Kolose yang merupakan salah satu kota dalam distrik Frigia melalui orang-orang Frigia yang bertobat pada hari Pentakosta? Jawabannya bisa kita simpulkan dari beberapa rujukan berikut ini.

Pertama, dalam Kisah 2:10, hanya disebutkan secara umum mengenai kehadiran orang-orang dari Frigia dan bisa diasumsikan bahwa mereka termasuk orang-orang yang bertobat pada saat Petrus menantang mereka untuk percaya kepada Tuhan Yesus.

Kedua, karena perayaan itu adalah perayaan Yahudi, maka kita bisa mendeduksi bahwa orang-orang Frigia yang hadir pada waktu itu adalah orang-orang Yahudi. Lukas sendiri menulis bahwa pada waktu itu “orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit” dan orang-orang Yahudi dari sejumlah wilayah yang ikut hadir dalam perayaan Pentakosta sebagaimana yang disaksikan dalam Kisah 2:5, 9-11.
Ketiga, bila perayaan ini harus dihadiri oleh orang-orang Yahudi dari berbagai tempat . Sangat mungkin bahwa di antara orang-orang Yahudi asal Frigia yang hadir pada peristiwa Pentakosta itu di antaranya termasuk orang-orang Yahudi yang berasal dari kota Kolose.

Jadi dapat disimpulkan bahwa bahwa orang-orang Yahudi asal Frigia itu termasuk di dalamnya adalah orang-orang Yahudi asal Kolose, mendengarkan Injil dan bertobat. Dan inilah yang menjadi asal usul masuknya Kekristenan ke kota Kolose. Namun, karena ketidakjelasan mengenai kehadiran orang-orang Yahudi asal Kolose [Lukas hanya menyebutkan mengenai kehadiran orang-orang Frigia secara umum], maka kita harus mempertimbangkan kesimpulan yang kedua, yaitu kesimpulan minimalis. Kesimpulan minimalis yang dimaksudkan adalah bahwa orang-orang Frigia yang bertobat itu pulang ke daerahnya dan memperkenalkan Injil kepada orang-orang di wilayah tersebut. Berangkat dari kesimpulan minimalis ini, tidak jelas apakah jemaat di Kolose berdiri karena pemberitaan Injil oleh orang-orang Frigia yang kembali dari Yerusalem itu atau tidak. Namun sangat kuat kemungkinan bahwa Kekristenan bukan lagi sesuatu yang asing bagi orang-orang di Kolose. Dan bisa jadi, hal ini mempersiapkan mereka untuk menerima pemberitaan Injil yang dilakukan oleh pihak lain.

Kompetensi Dasar 5. Mampu merumuskan apa tema Kitab Kolose

Tema utama dalam kitab Kolose adalah “Keunggulan Kristus”. Susunan surat ini mengikuti pola Paulus yan sudah dikenal yang di dalamnya terdapat bagian doktrin (yang harus dipercayai) yang dilanjutkan dengan nasehat (bagaimana harus bertindak). Untuk melawan ajaran palsu. Paulus menekankan sifat agung dari ke-Tuhanan Yesus Kristus serta maknanya bagi orang-orang yang telah dipersatukan dengan Dia. Sebagai Tuhan atas ciptaan, Yesus merupakan wujud Tuhan yang sempurna; selaku Kepala Gereja dan Pendamai umat-Nya. Dia secara efektif menjadi perantara melalui penebusan dosa untuk menghubungkan manusia dengan Allah (1:15-22; 2:9). Untuk membuktikan bahwa Yesus saja cukup sebagai satu-satunya Tuhan dan Penebus (berlawanan dengan Gnostik yang menggantinya dengan disiplin-disiplin yang diharapkan dapat menebus dan suatu pleroma (pemenuhan) atau kelimpahan kekuatan yang menjadi perantara). Paulus menekankan kedua aspek dari watak Kristus tersebut.
Yang penting dalam hal ini ialah konsep mengenai tubuh Kristus yang pasti cukup dikenal jemaat di Kolose (1:18, 24; 2:17; 3:15). Hubungan yang misterius dan unik ini, yang terpisah dari hubungan yang lain, menjadikan anathema (kutuk) suatu keyakinan atau praktik yang menggantikan kedudukan sentral Yesus sebagai Penebus dan Penyempurna umat-Nya. "Tubuh Kristus" merupakan sebuah tema yang tertanam sangat dalam di dalam sub-struktur teologi Perjanjian Baru. Sebagian orang berusaha menemukan asal-usulnya di dalam pemikiran Paulus, tetapi mungkin akar-akarnya terdapat dalam ajaran Tuhan sendiri (bdg, Markus 14:58; Yohanes 2:19-22;). Anggota persekutuan yang dipandang sebagai bagian dari tubuh merupakan suatu kiasan yang asing di dunia Yunani, misalnya di kalangan Stoa. Sekalipun demikian, pemakaian gambaran ini oleh Paulus lebih daripada sekadar kiasan dim harus dipahami di dalam kerangka konsep Ihrani yang kuno dan realistis tentang solidaritas bersarna.

Di dalam surat Kolose Kristus diumpamakan sebagai "kepala" dari tubuh, gambaran ini menunjukkan penekanan di dalam surat-surat Paulus tentang hubungan yang akrab antara Kristus dengan umat-Nya dan hukan hanya suatu perkembangan yang sudah lama dari konsepnya yang terdahulu.
Konsep mengenai Kristus sebagai Kepala (kephale) Gereja disamakan dengan konsep dalam I Korintus 11:3, "Kepala dari tiap-tiap laki-laki." Lebih spesifik lagi: "Suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh" (Efesus 5:23). Gambaran tentang "Kepala" yang berkenaan dengan Kristus dan Gereja. harus dipahami dengan analogi suami-istri. Gambaran ini mengungkapkan kesatuan Kristus dengan Gereja. sebab suami dan istri adalah "satu daging." Tetapi yang lebih penting lagi gambaran ini melukiskan perbedaan Kristus dengan Gereja. kewenangan Kristus atas Gereja dan tindakan-Nya menebus Gereja (bdg. 2: 10).

Di dalam tulisan-tulisan Paulus hubungan orang Kristen dengan zaman baru dipandang sebagai peristiwa yang sudah lalu dan sebagai suatu harapan pada masa mendatang. Pada masa lalu. orang-orang Kristen disalibkan bersama dengan Kristus. dihangkitkan untuk hidup yang baru. dipindahkan ke; dalam kerajaan-Nya. dimuliakan dan didudukkan di samping-Nya di surga (Efesus 2:5-7: Kolose 1:13: 2:11-13: Roma 8:30). Sekalipun demikian. menjelang akhir hidupnya. Paulus mengungkapkan kerinduannya untuk "mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya. di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya. supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati" (Filipi 3: 10-11). Makna dari berbagai perspektif kronologis yang berbeda ini, dim hubungan mereka, sangatlah penting untuk memahami cara berpikir Paulus. Singkatnya, dapat dikemukakan bahwa konsep mengenai Tubuh Kristus merupakan petunjuk untuk memahami cara berpikir Paulus tersebut. Ketika Paulus berbicara tentang orang-orang Kristen yang sudah mati dan bangkit untuk hidup baru, dia berbicara tentang suatu realitas bersama yang dialami oleh Yesus secara pribadi pada tahun 30 M, tetapi sebagai perantara bagi orang Kristen secara bersama melalui Roh yang diam di dalam mereka. Setelah menyatu dengan tubuh Kristus dan ditetapkan untuk secara prihadi menjadi serupa dcngan Kristus, orang Kristen sekarang harus mewujudkan di dalam kehidupan pribadinya suatu kehidupan "di dalam Kristus," yang ke dalamnya dia sudah dibawa. Sementara diri di dalam kcfanaunnya akan "mengenakan yang tidak dapat mati" pada saat paro usia, kedatangan Tuhan kembali (I Korintus 15:51-54), diri di dalam perwujudan moral dan psikologisnya mulai mengaktualisasikan berbagai realitas zaman-baru di dalam kehidupan saat ini: "Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus … mengapakah kamu menaklukkan dirimu kepada rupa-rupa peraturan?" "Kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas." "Kamu telah menanggalkan manusia lama ... dan telah mengenakan manusia baru" (2:20: 3: I, 9, 10).

Kompetensi Dasar 6. Mampu menganalisis muatan Teologis dan menerapkan dalam pelayanan kependidikan gereja

Menurut Wikipedia, muatan teologi kitab Kolose yakni sebagai berikut: Surat Paulus untuk jemaat Kolose menggambarkan secara keseluruhan pemahaman teologi untuk menolong pembacanya menemukan manusia yang asli dan kematangan spiritual yang seesuai dengan keinginan Tuhan untuk umat-Nya. Tuhan itu memberikan penghakiman yang adil dan bijaksana. Dia mengutus Anak-Nya untuk mencapai pendamaian. Yesus yang menangani dosa manusia dengan mati di kayu salib agar kehidupan yang diberikan kepada umat-Nya. Hidup umat yang benar yang diungkapkan melalui hidup yang benar. Hal ini ditunjukkan melalui ungkapan iman percaya mereka dan dengan dibaptis di dalam Yesus Kristus. Paulus di dalam suratnya ini pada intinya hendak menyuarakan pemahamannya akan beberapa tema teologi terbesar. Adanya makna yang ditujukan kepada gereja. Roh Kudus dan gereja terletak jejak-jejak yang dapat membantu pemahaman tentang bagaimana membawa pesan teks kuno ke dalam situasi sekarang ini. Paulus bermaksud agar suratnya dibaca di dalam gereja (4:16). Hal ini pula mengingatkan gereja bahwa gereja tidak dapat memahami surat-surat Paulus tersebut secara murni. Setiap orang Kristen yang dewasa bertanggung jawab terhadap iman percayanya. Tetapi kebenaran Kristen tetap menjadi milik bersama. Paulus menulis surat ini untuk memastikan jemaat di kolose adalah warga Kerajaan Allah. Tidak ada keraguan atas pernyataan ini menjadi bukti iman kepada Kristus. Manurut Paulus, gereja adalah tubuh Kristus dan memiliki tugas untuk bersaksi bagi dunia tentang Kerajaan Allah.

Kompetensi Dasar 7. Mampu mengidentifikasi ciri-ciri Khas Surat Kolose


Dalam www.sabda.org dikemukakan tiga ciri utama menandai surat ini.
1. Kolose memusatkan perhatian pada kebenaran rangkap dua dari keutamaan Kristus dan kesempurnaan orang percaya di dalam Dia, bahkan lebih dari kitab-kitab lain dalam PB.
2. Kitab ini dengan tegas meneguhkan kepenuhan ke-Allahan Kristus (Kol.2:9) dan berisi salah satu bagian yang paling agung di PB mengenai kemuliaan-Nya (Kol. 1:15-23).

Kompetensi Dasar 8. Mampu mengidentifikasi orang-Orang Kunci dalam surat Kolose

Paulus, Timotius, Epafras, Tikhikus, Onesimus

Kompetensi Dasar 9. Mampu menjelaskan Latar Belakang Situasi

Beberapa ajaran sesat mengacaukan jemaat di Kolose. Seperti serigala yang masuk di tengah kawanan domba, pengajaran-pengajaran sesat masuk di tengah jemaat Kolose. Untuk itulah Epafras mengunjungi Paulus di penjara untuk menceritakan kondisi jemaat. Ajaran sesat yang berkembang disana merupakan “filsafat yang kosong dan palsu menurut ajaran turun temurun dan roh-roh dunia,... tidak menurut Kristus.”(Col 1:21)
Beberapa poin tentang ajaran sesat yang masuk di jemaat Kolose:
• Ajaran yang berkaitan dengan makanan, minuman, hari raya, seremonial, upacara bulan baru dan tafsiran yang salah tentang hari Sabat, “jangan menyentuh ini, jangan memakan itu...”
• Berkenaan dengan mistis, penyembahan kepada malaikat, penglihatan-penglihatan, pengetahuan rahasia, tradisi dan hikmat manusia

Kompetensi Dasar 10. Mampu menilai ajaran Sesat di Kolose:
Pada abad kedua gereja berhadapan dengan munculnya sebuah gerakan dengan ajaran sesat yang dikenal dengan nama Gnostik. Gnostik dapat dikatakan bercampuran beragam ajaran dengan penyesuaian pandangan Yahudi, Kristen atau kelompok-kelompok kafir lainnya kebutuhan. Pokok yang khas dari gnostik adalah dualisme metafisika, makhluk-makhluk perantara, penebusan melalui pengetahuan atau gnosis. Semua agama, menurut ajaran gnostik merupakan manifestasi dari satu kebenaran yang tersembunyi yang berusaha untuk menuntun orang menuju pengetahuan mengenai kebenaran tersebut. Pengetahuan atau gnosis ini bukan pemahaman intelektual tetapi pencerahan yang diperoleh melului pengalaman mistik. Karena manusia terikat pada dunia materi yang jahat, maka manusia hanya dapat menghampiri Allah dengan bantuan berbagai makhluk seperti malaikat. Melalui bantuan kekuatan-kekuatan inilah seseorang dapat menafsirkan kitab-kitab suci secara alegoris dan mistis, dapat dicapai pencerahan rohani dan pembebasan dari dunia materi dan dosa dapat dipastikan.
Pengaruh gnostik seperti yang disebutkan di atas dapat diduga mulai mempengaruhi sejumlah Jemaat yang didirikan Paulus. Di Korintus, misalnya kerinduan akan hikmat spekulatif (I Korintus 1:7 dst.) dan pengabaian tubuh jasmaniah (tercermin dalam penyangkalan kebangkitan, dalam askese dan dalam kebebasan seksual: bdg. I Korintus 15:5, 7), menunjukkan pengaruh gnostik..
Ajaran sesat di Kolese menggabungkan unsur-unsur Yahudi dan Helenis, Ketaatan kepada peraturan-peraturan makanan dan hari Sabat. upacara penyunatan dan mungkin juga fungsi perantara dari para malaikat mengingatkan pada kebiasaan dan kepercayaan Yahudi (2: 11, 16, 18): penekanan pada "hikmat" dan "pengetahuan,"pleroma (peenuhan) dari kekuatan-kekuatan alam dan penilaian rendah terhadap tubuh jasmaniah mencerminkan pernikan Yunani (2:3. 8. 23). Beberapa orang Yahudi yang bertobat mungkin membawa campuran dari Yudaisme heterodoks dan mengembangkannva lebih jauh lagi sesudah mereka menjadi orang Kristen.

Kompetensi Dasar 11. Mampu membuat garis besar surat Kolose.

Usaha memahami isi atau garis besar surat Kolose akan monolong memahami teks yang menjadi focus bahasan. Teks yang menjadi bahasan dalam penelitian ini yakni Kolose 1:15-23. Tema apa yang disampaikan dalam bagian ini maka garis besar berikut ini akan membantu memahami pokok-pokok yang diteliti. Garis besar surat Kolose dalam paparan berikut ini diambil dari beberapa sumber dengan maksud perbandingan.
Berdasarkan informasi dalam garis surat kolose, dapat dikatakan bahwa sumber di atas menempatkan teks yaitu Kolose 1:15-23 dalam dua pokok penting yaitu: Kristus dan pekerjaan-Nya (1:15-20), dan teguran (1:21-23). Ini berarti teks yang menjadi pilihan penulis dalam penelitian ini terbagi dalam dua pokok yaitu Kristus dan pekerjaan-Nya serta teguran Paulus terhadap jemaat di Kolose.
Garis besar di atas bukanlah satu-satunya garis besar surat Kolose, masih ada banyak sumber yang memberi informasi penting sekitar garis besar surat Kolose. Mendampingi informasi garis besar suart Kolose dapat juga dilihat dalam informasi yang disampaikan

Kolose 1:15-23 dalam topic keutamaan Kristus dinyatakan, yaitu keutamaan Kristus yang dinyatakan dalam penciptaan (Kol. 1:15-17) dan dalam jemaat (Kol. 1:18-23). Sumber kedua menempatkan teks yang diteliti dalam topic keutamaan Kristus dinyatakan dengan dua sub topic yaitu keutamaan Kristus dinyatakan dalam penciptaan dan dalam jemaat. Jadi tidak ada pertentangan yang mencolok antara sumber pertama dan sumber kedua, perbedaannya pada istilah yang dipakai tetapi dengan maksud yang sama. Istilah keutamaan Kristus sama maknanya dengan Kristus dan pekerjaan-Nya, kemudian keutamaan Kristus yang dinyatakan dalam jemaat sama maknanya dengan teguran pada jemaat. Artinya kedua penulis di atas memakai istilah yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama.

Salam