Asas-asas Pokok Keteladanan Hidup Orangtua dalam Keluarga

Revisi 6/8 2019

Agar pendidikan anak dalam seluruh aspek dapat berlangsung optimal, ada sejumlah asas yang harus diajarkan sekaligus dipraktikkan orangtua sebagai teladan hidupnya, antara lain: pemenuhan atas kebutuhan spiritual dan material, pembentukan karakter, motivator dan komunikator, dan lain-lain.

1. Pemenuhan atas Kebutuhan Spiritual dan Material

Dalam memenuhi kebutuhan spiritual anak, Allah mengharuskan para orangtua memberi teladan kepada anak-anaknya dalam banyak bidang, khususnya dalam bidang rohani. Salah satu contoh teladan tersebut adalah dengan cara mengadakan waktu khusus yang berulang-ulang untuk mengajar anak-anak prinsip-prinsip dasar iman, sehingga tiap generasi patuh, setia, dan mengasihi Allah (bnd. Ul. 6:1-25). Inti dalam ayat ini adalah penekanan tentang keesaan Allah. Keesaan Allah itu diajarkan secara berulang-ulang. Ulangan 6 menyebutkan ada empat tempat bagi orangtua untuk mengajar anak-anak tentang keesaan Allah. Pertama, di rumah. “ ...apabila engkau duduk di rumahmu...”. Pendidikan khususnya pendidikan rohani didapat di sekolah, tetapi umumnya dimulai dari rumah ketika anak-anak masih bayi maupun ketika berkumpul bersama orangtua di rumah. Kedua, sedang dalam perjalanan. Setelah anak cukup kuat, orangtua sudah bisa mengajak anak-anak bepergian. Anak sering bertanya tentang apa-apa yang dilihat dan dirasakannya. Di sinilah orangtua mempunyai banyak kesempatan untuk mengajar dan mendidik anak, karena beberapa tahun kemudian kesempatan seperti ini sudah kurang berguna karena anak sudah mendapatkannya dari luar. Ketiga, ketika berbaring/tidur. Kepada anak diajarkan tentang keesaan Allah melalui cerita. Lewat cerita tersebut, Roh Kudus menanamkan kebenaran yang akan anak ingat dan menjadi bekal sampai dewasa. Keempat, ketika bangun. Mulai dari bangun sampai waktu tidur kembali banyak hal yang dialami anak, oleh karena itu perlu diajarkan tentang keesaan Allah. Berbahagialah orangtua yang tetap mampu mendidik anaknya sekaligus menerima setiap keluh kesah dan kegagalannya, yang mendidik anak dalam segala waktu dan keadaan.





Pendidikan rohani, khususnya pengajaran tentang keesaan Allah yang dilakukan secara dini dan sebaik-baiknya akan memberikan fondasi kepribadian yang kokoh terutama dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang dari luar diri anak; keimanan yang kokoh ini turut serta dalam mewujudkan anak sebagai generasi kemudian yang cerdas dan mandiri. Demikian pula dalam memenuhi kebutuhan material anak (sandang, pangan, dan papan), orangtua harus menyadari bahwa pendidikan anak hanya dapat berlangsung dengan baik apabila berada dalam lingkungan yang kondusif. Lingkungan kondusif adalah lingkungan yang sedemikian rupa dapat menunjang terjadinya proses pendidikan. Penataan lingkungan rumah yang sehat dan menyenangkan, serta suasana interaksi antara anggota keluarga, merupakan lingkungan yang baik bagi pendidikan anak. Orangtua sebaiknya menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam berbagai aspek sesuai dengan kebutuhannya, misalnya alat permainan, tempat bermain, kesempatan bermain dan eksplorasi diri, dengan demikian anak dapat tumbuh dan berkembang secara lebih sehat dan kreatif.

2. Pembentukan Karakter

Kebiasaan yang baik (karakter) dibentuk dan dikembangakan melalui proses pendidikan yang baik khususnya melalui lingkungan, pengalaman, terlebih teladan hidup orangtua. Jadi, orangtua yang menuntun anak dengan cara mendidik anak-anaknya sesuai dengan kehendak Tuhan pasti akan mendapat anak-anak yang berkarakter baik. Dan anak-anak yang berkarakter baik akan menghindari perilaku buruk.
Teladan hidup harus dilakukan orangtua setiap waktu, misalnya kebiasaan dalam penggunaan waktu dan sarana secara tepat, demikian pula berkomunikasi dan bersikap secara tepat. Anak perlu dibiasakan untuk mengatur waktu antara menonton TV dengan bermain, belajar, istirahat dan kegiatan lainnya. Apabila kebiasaan ini sudah dimiliki oleh anak, maka anak sendiri akan menyesuaikan berbagai tindakannya sehingga tidak saling menghambat.
Orangtua hendaknya benar-benar menyadari bahwa sesungguhnya anak sedang berada dalam proses perkembangan yang berkesinambungan menuju keadaan dewasa dan matang. Dalam proses perkembangannya anak dihadapkan dengan sejumlah tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya agar mencapai tahap kematangan yang sebaik-baiknya. Pendidikan pada hakikatnya merupakan bentuk upaya membantu proses perkembangan ini. Orangtua hendaknya memperhatikan karakteristik perkembangan anak dalam berbagai aspek seperti aspek sosial, intelektual, nilai, emosional, moral, fisik, dan sebagainya. Hal ini sangat diperlukan untuk memilih pendidikan yang lebih sesuai bagi anak. Orangtua dapat memberikan perlakuan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
Di samping beberapa hal di atas, orangtua diharapkan pula mengenal kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan taraf perkembangannya. Tindakan orangtua yang bijaksana adalah tindakan yang disesuaikan dengan jenis dan sifat kebutuhan anak. Beberapa jenis kebutuhan anak yang perlu mendapat perhatian antara lain adalah, kebutuhan akan kasih sayang, kebebasan positif untuk bertumbuh, penghargaan, penerimaan (baik ketika berhasil maupun gagal) sekaligus dorongan, kedamaian dan keharmonisan keluarga.

3. Orangtua sebagai Motivator dan Komunikator

Orangtua sebagai motivator. Apa yang dimaksud tokoh idola? Dalam pengertian sehari-hari idola sering diartikan sebagai “pujaan”, sehingga makna tokoh idola ialah seseorang yang dijadikan subjek pujaan untuk ditiru atau dijadikan rujukan dalam berperilaku. Tanpa disadari hampir semua orang terutama remaja selalu memiliki tokoh idola untuk dijadikan sebagai sumber rujukan bagi kepentingan perkembangan dirinya yang berupa tokoh dalam berbagai bidang seperti olahraga, musik, politik, bisnis, dan pendidikan. Umumnya seseorang mengidolakan orang lain ketika ia mulai mewujudkan identitas diri khusunya dalam aspek-aspek tertentu yang ada pada idolanya tersebut, misalnya aspek kepemimpinannya, intelektualnya, fisiknya, dan sebagainya untuk dapat dijadikan pola dalam perwujudan dirinya. Ia akan memilih hal-hal tertentu yang akan diinternalisasikan ke dalam dirinya dengan cara meniru misalnya meniru cara bicara, cara berpakaian, dan penampilannya.
Mencari dan memiliki tokoh idola tidak segampang yang dibayangkan, banyak masalah yang timbul, antara lain ketidakmampuan mencari dan memiliki tokoh idola yang positif sehingga dapat diperkirakan perkembangan diri akan banyak mengalami hambatan seperti kurang arah, kurang motivasi, bahkan idola yang tidak sesuai dengan norma dan nilai lingkungan.

Membimbing anak memerlukan kemampuan, dalam hal ini orangtua harus memiliki kemampuan membimbing anak, namun disadari bahwa tidak semua orangtua mampu membimbing anak kearah perwujudan diri dengan tokoh idola yang tepat. Sebenarnya tokoh idola itu dapat dimulai dari keluarganya, khususnya orangtua. Orangtua harus dapat menjadi sumber idola atau dalam hal ini disebut sebagai “sumber motivasi” bagi anak-anak. Hal ini hanya mungkin terjadi kalau pola-pola keteladanan orangtua dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya atas dasar kasih yang tulus. Orangtua wajib memberi bimbingan dan arahan, membantu anak dalam mengembangkan kreativitas. Orangtua adalah motivator sekaligus idola anak-anaknya. Ingat kebenaran ini: anak yang diberi motivasi agar menjalani kehidupan yang lebih baik maka hasilnya anak belajar percaya diri.

Orangtua sebagai komunikator. Komunikasi yang bersifat dialogis sangat membantu perkembangan anak. Melalui komunikasi yang baik antara anak dan orangtua, membuat kedua belah pihak mendapat kesempatan untuk melakukan dialog yang interaktif. Melalui dialog yang baik, anak akan memperoleh berbagai informasi dan sentuhan-sentuhan pribadi yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dirinya, sekaligus anak akan mempelajari nilai-nilai yang diperlukan dalam memilih berbagai tindakan. Dengan nilai-nilai yang baik tersebut maka pengaruh-pengaruh buruk dari luar dapat dicegah sedini mungkin.
Orangtua perlu mengembangkan komunikasi yang efektif sehingga terjadi kesamaan persepsi mengenai berbagai aspek kehidupan. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang sedemikian rupa terjadi di mana pesan yang disampaikan oleh pemberi pesan dapat diterima secara tepat oleh penerima pesan; anak-anak dan orangtua adalah komunikator dalam arti akan selalu diposisi sebagai pemberi dan penerima pesan.

4. Beberapa Bentuk Keteladanan Orangtua dalam Keluarga

1 Korintus 11:3 menunjukkan ada tiga kepala sebagai otoritas, ini adalah struktur keluarga yang ditetapkan oleh Allah: pertama, kepala dari tiap laki-laki adalah Kristus; kedua, kepala dari perempuan adalah laki-laki. Jadi, laki-laki atau ayah adalah pemimpin. Ketiga, kepala dari Kristus adalah Tuhan. Sama seperti seorang prajurit harus tunduk kepada panglima, dan panglima tunduk kepada jendralnya. Yang membedakan hirarki dalam keluarga adalah fungsi bukan posisi; karena di mata Tuhan posisi laki-laki dan perempuan adalah sama.

4.1. Keteladanan orangtua sebagai Imam, Pelindung, dan Penasihat

Imam. Perintah Tuhan dalam 1 Timotius 2:8 agar suami/ayah dan isteri berdoa agar supaya Iblis tidak mudah merusak keluarga. Jika orangtua khususnya para ayah mengangkat tangan, maka Tuhan pasti turun tangan untuk memberkati keluarganya. “...supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan...”
Pendidikan dalam keluarga merupakan inti dari pendidikan secara keseluruhan, inti dari pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan rohani. Pendidikan rohani yang dilakukan oleh orangtua secara dini dan sebaik-baiknya kepada anak akan memberikan fondasi kepribadian yang kokoh, cerdas dan mandiri terutama dalam menghadapi berbagai tantangan dari luar. Orangtua terutama ayah yang mengerti fungsinya sebagai imam sebenarnya sedang menaati perintah Tuhan sekaligus menolong keluarga terutama anak-anaknya dalam menjalani hidup yang penuh dengan godaan dan tantangan.

Dari sudut pandang psikologi, godaan merupakan suatu rangsangan (stimulus) dengan intensitas daya tarik yang kuat sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan dirinya; suatu godaan akan terjadi apabila ada rangsangan yang kuat baik dari luar diri maupun dalam diri anak. Misalnya anak yang sedang berkonsentrasi belajar menjadi tergoda bila ia melihat penyanyi kesukaannya di acara televisi; timbul pertentangan dalam dirinya antara kekuatan untuk melihat acara tersebut atau untuk terus belajar. Si anak dikatakan tergoda apabila ia akhirnya lebih memperhatikan acara tersebut. Selain karena rangsangan yang kuat, godaan akan lebih mudah terjadi apabila anak tidak memiliki iman dan ketahanan diri yang kuat. Iman dan ketahanan diri anak bersumber dari kualitas kepribadian anak yang berasal dari kualitas keluarga yang menanamkan nilai-nilai kerohanian dan kualitas emosional yang sehat dan mengakar pada anak.

Secara psikologis proses anak menghadapi godaan dapat dikatakan sebagai suatu mekanisme penyesuaian diri di mana anak akan mencari keseimbangan antara diri dan lingkungannya. Dalam proses ini akan terjadi berbagai kemungkinan antara yang bersifat berhasil, terganggu, gagal, dan patologis. Dikatakan berhasil bila anak mampu mendapatkan keseimbangan antara ketahanan diri dan rangsangan yang menggoda. Dikatakan terganggu apabila keseimbangan anak mengalami goncangan dalam melaksanakan perilakunya karena intervensi godaan. Dikatakan gagal apabila anak tidak mencapai tujuan karena teralihkan perhatian dan kegiatannya kepada godaan. Dan akhirnya yang dikatakan patologis apabila anak mengalami berbagai gangguan atau sakit baik fisik maupun psikis sebagai akibat dari godaan.

Pelindung. Dunia akan hancur, bukan karena perang atau bencana alam, namun hancur karena banyaknya ayah yang tidak menjadi pelindung dan tidak bertanggung jawab. Hakim-hakim 11 menceritakan tentang Yefta sebagai hamba Tuhan sekaligus hakim yang dahulu memiliki latar belakang yang jahat karena ayahnya tidak bertanggung jawab. Anak yang tidak mendapat perlindungan dan kasih sayang seorang ayah cenderung jahat hati dan perilakunya.

Penasihat. Dalam kamus bahasa Indonesia, nasihat artinya jalur atau garis-garis batas. Banyak anak lebih suka meminta nasihat kepada ibu, karena ibulah yang mengandung dan melahirkan anak, namun sangat disayangkan banyak ibu yang tidak tegas dalam memberi nasihat, sehingga anak tidak berada pada jalur semestinya. Mengingat dampak tersebut, maka jalur atau garis-garis batas sepantasnya diberikan oleh ayah yang umumnya lebih tegas dan berwibawa. 1 Tesalonika 2:11 membuktikan bahwa salah satu tugas penting seorang ayah adalah menasihati dan menguatkan hati: “... Seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu...”

Salam





Previous Post
Next Post
Related Posts

0 comments: