Peserta didik memiliki kebutuhan-kebutuhan rohani sesuai dengan konteksnya. Oleh karena itu, ciri Pendidikan Agama Kristen haruslah memiliki ciri-ciri berikut ini.
PAK Dalam Masyarakatt Majemuk Bersifat Partisipasif
Keberhasilan Pendidikan Agama Kristen adalah tergantung dari keterlibatan bersama antara pendidik dan peserta didik. Pendidikan Agama Kristen bukanlah sebuah indoktrinasi tetapi partisipasi. Oleh karena itu semua komponen harus memberi dukungan yang sungguh-sungguh untuk keberhasilan pengajaran itu sendiri.
Pendidikan Agama Kristen memiliki sifat terbuka kepada perubahan dan kebutuhan, sehingga bekal pendidikan itu peserta didik mampu memahami dan menempatkan diri secara realistis, kritis dan kreatif dalam setiap situasi yang dihadapi.
Pendidikan agama Kristen tidak boleh membawa peserta didik menjadi introvert melainkan harus ekstrovert, artinya mampu menempatkan dirinya sebagai orang percaya ditengah-tengah lingkungannya.
PAK Dalam Masyarakat Majemuk dirancang Berdasarkan Strategi PAK Yang Berkelanjutan
Ciri khas Pendidikan Agama Kristen adalah berkesinabungan. Pendidikan Agama Kristen tidak pernah selesai dalam arti yang sesungguhnya hingga mencapai kedewasaan iman. Pendidikan Agama Kristen harus terus dikaji ulang agar selalu konteks dengan kebutuhan dan perubahan-perubahan yang terjadi.
PAK Dalam Masyarakat Multikultural/Majemuk dirancang dalam Strategi PAK Yang Terarah dan terencana
Arah dan tujuan Pendidikan Agama Kristen harus jelas dan terarah dan tidak boleh menyimpang dari tujuan tujuan dasarnya. Tujuan utama adalah agar peserta didik bertumbuh dalam iman, ketaatan akan firman Allah dan mampu mengaplikasikan imannya dalam hidupnya pribadi maupun bersama dengan orang lain.
PAK Dalam Masyarakat Multikultural dirancang dalam Strategi "PAK Manusia Orientet"
Pendidikan Agama Kristen berorientasi kepada manusia yaitu menyangkut pembaharuannya, penghayatannya, pembentukan sikap dan perilakunya serta pembentukan jati dirinya.
Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Kedewasaan rohani tidaklah terjadi secara tiba-tiba, tetapi terjadi lewat pengajaran, beribadah, berdoa, bersekutu dan mempelajari firman Allah. Peserta didik dalam mendapatkan PAK di sekolah bukanlah semata-mata untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang telah ditetapkan, tetapi lebih jauh dari pada itu.
Lewat Pendidikan Agama Kristen peserta didik diharapkan dapat berkembang terus dalam pemahaman tentang Allah dan menolong mereka supaya dapat hidup sebagai murid-murid Kristus. Beberapa tujuan penting dari Pendidikan Agama Kristen diuraikan di bawah ini:
1.Perubahan Hidup dari Dosa (Pertobatan)
Pertobatan demikian penting dalam iman Kristen. PAK disekolah mengalami kegagalan karena tidak mementingkan nilai-nilai pertobatan. Pertobatanlah yang memungkinkan tiap-tiap orang dapat melihat Kerajaan Allah dan mengalami kelahiran baru dalam Kristus.
Firman Allah yang diajarkan akan menghasilkan perubahan bagi setiap orang, yaitu perubahan yang dikerjakan oleh kuasa firman Allah. Pertobatan menyangkut penyesalan dan kesedihan atas perilaku yang lama (2 Kor 7 : 9); berpaling dari perilaku dosa ( Kis 8 : 22) kepada hidup yang baru di dalam Yesus Kristus (Mrk 1 : 15).
2.Kualitas Rohani yaitu Pertumbuhan rohani
Pertumbuhan rohani terlihat dari dua aspek yaitu aspek “vertical dan horizontal”. Aspek vertical ialah diperbaharuinya hubungan seseorang dengan Allah yang dikokohkan melalui firman Allah dan doa. Sedangkan hubungan horizontal ditandai dengan praktek iman dalam hubungannya dengan sesama.
Pertumbuhan itu terjadi terus menerus (proses) dalam pengenalan akan Allah (Kol 1 : 10) dalam kasih karunia (2 Petr 3 : 8) hidup dalam pimpinan Roh Allah dan segala jalan hidupnya dilandasi oleh kasih Allah (Mat 22 : 37 – 40; 1 Kor 13 : 4 – 7), tanda-tanda ini akan terus semakin terlihat dalam hidupnya sehari-hari. Pertumbuhan rohani
3.Menjadi Pengikut Yesus (Pemuridan)
Semua orang percaya adalah murid Kristus dan mempunyai hak untuk memperoleh pemeliharaan dan pertumbuhan untuk menjadikannya menjadi murid-murid Kristus.
Pengertian murid dapat dibagi ke dalam dua pengertian yaitu, bahwa semua orang percaya adalah murid-murid Kristus, mereka dipanggil untuk mengikut Tuhan dengan setia dan dapat mewujudnyatakan imannya sebagai pengikut Kristus. Kemudian orang-orang percaya yang dengan rela hati melayani Tuhan secara khusus dan menjadi pelayan-pelayan Kristus.
Sebagai murid-murid Kristus, peserta didik haruslah dibawa kepada kesetiaan menjadi murid Kristus. Beberapa ciri dari murid Kristus ialah, “memisahkan diri dari dosa” (Luk 9 : 23), setia dan tekun menyelidiki firman Allah dan mempraktekkannya (Oh 8 : 31; Yak 1 : 22 – 25; Maz 119 : 59) dan mereka menjadi pelaksana-pelaksana perintah Kristus.
4.Pembentukan Spiritual
Pendidikan Agama Kristen haruslah bertujuan untuk pembentukan spiritual peserta didik. Melalui PAK yang diperolehnya peserta didik mengalami pembentukan rohani yang sungguh-sungguh.
Kata spiritual berkaitan erat dengan “spirit” atau “roh” yaitu kekuatan yang menghidupkan atau menggerakkan. “Spiritualitas” diartikan sebagai kekuatan atau roh yang memberi daya tahan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mempertahankan, memperkembangkan dan mewujudkan kehidupannya. Iman tidak akan tahan uji jika tidak disertai spiritualitas.
Tanpa spiritualitas iman orang percaya tidak akan bersinar, lemah tanpa kekuatan dan tidak menjadi ciptaan baru. Spritualitas memungkinkan orang orang percaya memiliki kekuatan, katabahan, kesabaran, kebaikan, kesucian, ketaatan dan kepekaan di dalam Yesus Kristus. PAK disekolah haruslah bertujuan untuk membentuk spiritualitas dari peserta didik.
Arah PAK Dalam Masyarakat Multikultural
Berkaitan dengan konteks masyarakat Indonesia yang memiliki heterogenitas, baik agama, suku dan golongan, maka perlu dikaji ulang arah PAK dalam masyarakat majemuk. Diharapkan dengan pengajaran PAK dalam konteks masyarakat majemuk, peserta didik mampu hadir dan mempraktekkan imannya ditengah-tengah lingkungannya tanpa mengkompromikan dogma iman yang dimilikinya.
PAK disekolah haruslah bermuara kepada transformasi baik dalam pengetahuan maupun dalam transformasi iman.
Sebab salah satu tujuan pembelajaran agama di sekolah adalah untuk memampukan peserta didik hidup bersama dengan orang- orang lain disekitarnya yang memiliki keaneka ragaman agama, suku dan etnis.
1. Belajar hidup dalam perbedaan.
Pengembangan sikap toleran, empati dan simpati haruslah terus dibangun sebagai prasyarat eksistensi keragaman agama yang ada.
Selama ini pola pendidikan di Indonesia bersandar pada tiga pilar utama yaitu, learning to know, learning to do dan learning to be. Dalam kaitan dengan heterogenitas agama-agama di Indonesia maka sangat penting dibangun pilar ke empat yaitu, learning ti life together. Dengan demikian peserta didik lewat proses belajarnya dimampukan hidup bersama dengan orang lain yang memiliki latar belakang hidup yang berbeda.
Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin untuk kerasan bersama dengan orang lain yang berbeda secara hakiki, meskipun dalam cara hidup dan keyakinan terdapat konflik dalam hidup tentang apa yang baik dan buruk. Toleransi memerlukan dialog untuk mengkomunikasikan dan menjelaskan perbedaan, menuntut keterbukaan dan menerima perbedaan itu sebagai realitas hidup. Perbedaan itu tidaklah diciptakan sendiri, melainkan telah terbentuk dalam diri seseorang sejak ia lahir.
Menerima realitas keaneka ragaman adalah untuk menanamkan sikap toleran sejak dini dari perbedaan yang kecil hingga perbedaan yang besar tanpa mengkompromikan apa yang tidak bisa dikompromikan. Dalam konteks Indonesia sekarang ini, menerima perbedaan harus ditanamkan lewat berbagai jalur kehidupan seperti, jalur pendidikan formal dan non formal. Pemerintah haruslah memasyarakatkannya dengan sungguh-sungguh kepada semua lapisan masayarakat.
Agama-agama haruslah dapat duduk bersama untuk berdialog tentang apa yang dapat dilakukan bersama. Haruslah dihindari perdebatan-perdebatan yang bersikap dogmatis yang cenderung menimbulkan konflik dan memperluas jarak. Nilai-nilai sosial yang sifatnya diperlukan dan diterima oleh semua agama-agama perlu dibangun secara bersama-sama.
Dalam konteks masyarakat Indonesia, tokoh dan para pemimpin agama haruslah memberi contoh dan teladan bagi masyarakatnya tentang pentingnya saling menerima perbedaan. Perlu dibangun tingkat kedewasaan emosional bagi setiap golongan, karena membangun kebersaman dalam perbedaan bukanlah hal yang mudah.
2. Membangun saling percaya.
Membangun saling percaya adalah modal penting dalam membangun suatu masyarakat yang heterogenitas. Jika tidak maka akan terjadi berbagai konflik dalam masyarakat.
Pembangunan hidup masyarakat suatu bangsa yang heterogenitas seperti Indonesia tidak akan terjadi tanpa ada saling percaya diantara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda dalam agama maupun suku. Perbedaan tidak dapat dijadikan menjadi potensi atau kekuatan bangsa, melainkan dapat menjadi malapetaka yang mengakibatkan kehancuran suatu bangsa.
Modal utama sosial adalah memberikan sumbangan sosial dari masing-masing kelompok untuk kebaikan bersama, menyampaikan kebaikan-kebaikan dan kebenaran, mempertemukan apa yang menjadi kewajiban dan beban sosial bersama. Bahwa pergumulan yang terdapat dilingkungan masyarakat adalah merupakan tanggung jawab bersama, mengatasi bersama-sama tanpa membicarakan apa latar belakang kita masing-masing.
Dalam masyarakat kita selama ini, khususnya dalam bidang keagamaan, perbedaanlah yang paling sering dimunculkan, baik itu perbedaan dogmatis maupun perbedaan realitas. Akibatnya golongan-golongan keagamaan yang ada pada masyarakat tidak dapat membangun saling percaya, melainkan saling mencurigai, kemudian membangun tembok yang tinggi untuk tidak saling bersentuhan dalam hal apapun.
Modal sosial ini merupakan fondasi bagi terbangunnya sikap rasional, tidak mudah curiga, bebas dari prasangka buruk. Agama haruslah menjadi pondasi utama untuk membanun saling percaya terus menerus bagi masyarakat.
Mengapa jalur agama menjadi pondasi yang amat penting ? Hampir seluruh proses kehidupan baik bathin maupun perbuatan selalu diwarnai oleh keyakinan agama. Peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan agama-agama yang dikeluarkan oleh pemerintah, haruslah mengarah untuk membangun saling percaya dan bukan untuk membangun saling curiga.
3. Memelihara saling pengertian.
Saling pengertian bukan berarti menyetujui perbedaan. Banyak orang tidak mau memahami atau mengerti penganut keyakinan lain, sebab ia dapat dituduh sebagai orang yang menyetujui keyakinan lain tersebut atau bersifat kompromi terhadap perbedaan yang ada. Saling pengertian adalah kesadaran bahwa nilai-nilai yang dianut oleh orang lain memmang berbeda, tetapi mungkin dapat saling melengkapi dengan nilai-nilai yang kita anut serta memberi kontribusi terhadap hubungan yang harmonis. Saling pengertian dapat saling melengkapi dan memungkinkan dibangunya kerja sama yang baik.
Kawan sejati adalah lawan dialog yang senantiasa setia untuk menerima perbedaan dan siap pada segala kemungkinan untuk menjumpai titik temu di dalamnya, serta memahami bahwa dalam perbedaan dan persamaan dan dibangun hubungan yang harmonis.
Membangun saling pengertian memerlukan kedewasaan berpikir dan kedewasaan emosional. Saling pengertian adalah rasa percaya bahwa penganut agama lain tidak akan melakukan usaha-usaha yang tidak baik, untuk mempengaruhi, mengajak atau memberi dorongan agar ia berpindah pada apa yang kita yakini. Pendidikan agama mempunyai tanggung jawab membangun landasan etis kepedulian terhadap sesama dan menghindari kesalah pahaman.
4. Sikap saling menghargai.
Sikap saling menghargai adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat kesetaraan. Menghargai sesama manusia adalah sifat dasar yang diajarkan oleh semua agama. Menjaga kehormatan diri bukan berarti harus mengorbankan atau mengalahkan harga diri orang lain. Saling menghargai adalah juga sifat dasariah dari manusia. Setiap manusia haruslah dihargai sebagaimana ia ada. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menghargai orang lain.
Yesus memberikan teladan bagi kita bagaimana Ia sebagai Tuhan dan Juruselamat memberi penghargaan yang tulus kepada kita. Ia menerima kita sebagaimana kita ada. Yesus tidak pernah mempersoalkan latar belakang golongan kita, atau warna kulit kita. Ia mengasihi semua orang dan mengorbankan diriNya untuk semua orang. Yesus menghargai Zakheus pemungut cukai dan menghargai wanita pelacur yang dianggap hina oleh masyarakat. Yesus menghargai orang lumpuh di kolam Bethesda dan menghargai perempuan Samaria yang bertemu denganNya di sumur Yakub. Ia juga menghargai aak-anak kecil dan menghargai orang-orang tua yang sudah tidak berdaya.
Sikap saling menghargai antar penganut agama-agama, dan memungkinkan kita dapat dan siap mendengarkan suara agama lain iang berbeda, menghargai martabat setiap individu dan kelompok keagamaan yang beragam. Saling menghargai akan membawa pada sikap saling berbagi diantara semua individu.
5. Perjumpaan lintas agama
Perjumpaan lintas agama di Indonesia bukanlah masalah baru. Sebelum Indonesia merdeka, agama-agama sudah mengalami perjumpaan diseantero negeri ini. Jika kita melihat kebelakang, berbagai nuansa perjumpaan agama-agama sudah mengalami perjalanan yang panjang, dan hingga kini terus menjadi masalah yang tetap aktual untuk dibicarakan. Perjumpaan agama-agama terus mengalami dilemma bahkan menimbulkan berbagai komplik yang berkepanjangan. Dari perjalanan yang panjang tersebut, perjumpaan agama-agama dan persoalannya dapat kita bagi ke dalam tiga golongan, yaitu :
a. Perjumpaan awal. Perjumpaan periode ini tergolong relative stabil, karena karena kemajemukan suku maupun agama pada umumnya masih berada dalam taraf statis. Mereka hidup dalam taraf masyarakat yang terisolasi dalam batas-batas wilayah yang tetap, dan belum memiliki mobilitas yang tinggi karena teknologi komunikasi, transportasi dan urbanisasi penduduk masih sangat terbatas. Heterogenitas agama-agama belum saling bergantung antara agama satu dengan agama lainnya. Agama-agama hadir dalam lintas suku dan daerah dan diklaim sebagai milik sendiri, gangguan dari penganut agama lain masih amat jarang terjadi, bahkan tidak pernah berhubungan sama sekali. Pada periode ini, agama-agama tidak muncul sebagai sumber konflik pada masyarakat.
b. Perjumpaan kompetitif. Periode kedua ini dimulai kira-kira abad ke 13, ketika agama Islam mulai berkembang di Indonesia, dan kemudian disusul dengan kedatangan agama Barat atau agama Kristen. Perjumpaan antar sesama agama yang datang dari luar nusantara, diwarnai oleh dominasi kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lebih lemah. Trauma konflik ini tersimpan dalam memori kolektif yang sering diteguhkan menjadi semacam keyakinan teologis bagi penganut agama masing-masing.
Perjumpaan modern.
Sejak masa ini muncul apa yang disebut dengan masyarakat SARA, dimana umat beragama di Indonesia memasuki babak baru. Guru PAK dalam peserta didik harus mampu berkarya dalam masyarakat Indonesia dalam kehidupan bersama yang pluralistic, demokratis, terbuka dan toleran serta membangun hubungan yang dialogis diantara pemeluk pemeluk agama yang ada.
Masyarakat Indonesia berpindah dari konflik yang satu kepada konflik yang lain. Konflik agamalah yang paling sering terjadi di Indonesia hingga masa kini. Konflik itu oleh pertolongan TUHAN, diselesaikan oleh pemerintah dan pemuka agama. Bisa saja konflik SARA menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat Indonesia hingga sekarang ini.
Ditinjau dari sudut iman Kristen, sudah saatnya gereja dan umat tidak hanya mengutamakan kuatitas sebagai keberhasilan, melainkan menekankan kepada pembentukan kualitas umat tanpa melupakan misi utama.
Orientasi PAK Dalam Masyarakat Majemuk
1. Menghadapi pergumulan –pergumulan bersama
Saat ini agama-agama di Indonesia sudah waktunya keluar dari perdebatan perdebatan dogmatis dan usaha-usaha persaingan misi memenangkan agama lain. Agama-agama di Indonesia sudah saatnya memikirkan usaha-usaha bersama untuk dapat mengatasi krisis-krisis sosial yang terjadi.
Munculnya krisis-krisis sosial akud haruslah juga di lihat sebagai kegagalan agama-agama di Indonesia yang tidak mampu membentengi masyarakatnya dari dekadensi moral lewat ajaran dan pembinaan agama masing-masing. Krisis nilai-nilai sosial harus dilihat sebagai tanggung jawab bersama dan ditasi bersama-sama. Beberapa diantara krisis sosial tersebut adalah;
a.Hak Azasi Manusia
Hak azasi mausia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan, harkat dan martabat manusia. Hak-hak tersebut melekat pada diri manusia sebagai pemberian Tuhan dan bukan pemberian manusia.
Prinsip Ham adalah bahwa setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama dan berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hakl azasi manusia tanpa diskriminasi.
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau karena kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak azasi manusia, seseorang atau kelompok yang dijamin oleh undang-undang.
b. Demokratisasi
Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah (pemerintahan ditangan rakyat) dengan memilih wakil-wakilnya di parlemen. Ciri demokrasi adalah system pemerintahan yang menegakkan hak-hak sipil, persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Perkembangan demokrasi di Indonesia adalah; Orde Lama mengembangkan sistem demokrasi terpimpin. Orde Baru mengembangkan sistem demokrasi Pancasila, sedang Reformasi sekarang ini mengembangkan demokrasi dengan penegakan hak- hak sipil.
Namun jika kita melakukan evaluasi kritis terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini, masih terjadi tarik menarik kepentingan dari berbagai komponen bangsa, baik pada tingkat politik maupun masyarakat, sehingga rakyat sering menjadi korban kepentingan politik.
Guru PAK dalam memenuhi panggilannya haruslah terus memperlengkapi diri agar menjadi alat yang berguna ditangan Tuhan. Guru bertanggung jawab kepada Tuhan, kepada sekolah, kepada gereja dan kepada masyarakat. Pendidikan Agama haruslah dapat membawa peserta didik menjadi pribadi yang terbuka dan mampu hidup ditengah-tengah kemajemukan masyarakat, baik agama, suku ras maupun golongan.
Yonas Muanley
081388662585 (Bila ada yang keberatan, silakan hubungi saya di nomor ini).
0 comments: