Perilaku Anak

Sumber: Pixabay

Refisi artikel 6 Agustus 2019

Perilaku Anak 1. Pengertian Perilaku Anak

Dalam membahas perilaku anak, ada suatu istilah yang perlu kita pikirkan yakni “juvenile delinquency ”. Secara terminologi dari sudut etimologis, juvenile delinquency berasalah dari kata “juvenile” adalah anak, dan “delinquency” adalah kejahatan. Jadi, juvenile delinquency berarti kejahatan anak atau lebih tepatnya kenakalan anak. Sebenarnya hakikat terdalam delinquency adalah perbuatan melawan hukum, anti sosial, anti susila dan melanggar norma-norma agama.

Kenakalan anak sudah lama membuat rasa kurang aman, tidak damai, tidak tenteram bagi masyarakat sehingga mendorong para anggota masyarakat, pemuka masyarakat, pejabat yang berwenang, bahkan dalam lingkup nasional pemerintah ikut terpanggil untuk bersama-sama rakyat dengan segala potensi yang memadai berupaya dengan sungguh-sungguh mengadakan pencegahan (prevensi) atau dalam kondisi kritis terpaksa secara represif.
Prioritas utama di dalam menghadapi masalah kenakalan anak adalah mencegah dengan cara yang memadai dan komprehensif.

2. Bentuk-bentuk Perilaku Negatif Anak

Prilaku negatif adalah berbagai tindakan anak yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam ajaran agama maupun norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma agama menyangkut komunitas penganut agama tertentu yang hanya berlaku bagi komunitas keyakinan tersebut sedangkan norma dalam masyarakat adalah kebenaran-kebenaran etis yang berlaku umum dalam suatu masyarakat. Berbagai bentuk perilaku negatif anak yang dapat diamati dan dinilai sebagai bentuk perilaku negatif dapat digambarkan sebagai berikut.

a. Kekerasan: penganiayaan dan pembunuhan. Penganiayaan adalah perbuatan sengaja melukai orang lain, sedangkan pembunuhan adalah perbuatan sengaja menghilangkan nyawa orang lain.
b. Pencurian, Penipuan, Pemerasan. Pencurian adalah pengambilan barang sebagian/keseluruhan kepunyaan orang lain dengan maksud dimiliki secara melawan hukum. Penipuan adalah perbuatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hokum dengan rangkaian kebohongan. Pemerasan adalah perbuatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa dengan kekerasan atau mengancam untuk memberikan barang sesuatu yang merupakan kepunyaan orang lain.


2. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Negatif Anak

Kenakalan anak yang sering terjadi di dalam masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan remaja tersebut timbul karena adanya beberapa sebab dan tiap-tiap sebab dapat ditanggulangi dengan cara-cara tertentu.

a. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak yang dimulai sejak lahir. Oleh karena itu pendidikan harus dimulai dari keluarga. Pendidikan yang baik dalam keluarga akan membentuk kehidupan anak dalam tatanan kehidupan yang harmonis atau membuat anak memiliki perilaku positif. Dengan demikian kehidupan kedua orangtua dengan perilaku yang baik menjadi pendidikan yang berpengaruh terhadap anak.

1). Keluarga Broken Home dan Quasi Broken Home.

Keluarga yang broken home dapat menjadi penyebab anak terlibat dalam penyimpangan perilaku. Penyebab broken home seperti perceraian/perpisahan, atau salah satu dari kedua orangtua atau kedua-duanya meninggal dunia, atau salah satu dari kedua orangtua atau keduanya tidak hadir dalam kehidupan anak.

Keadaan keluarga yang tidak normal bukan hanya terjadi pada broken home, tetapi dalam masyarakat modern sering pula terjadi suatu gejala adanya “broken homesemu” (quasi broken home): kedua orangtua masih utuh, tetapi karena kesibukan masing-masing menyebabkan orangtua tidak sempat memberikan perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak (orangtua jarang bertemu dengan anak). Keadaan semacam ini jelas tidak menguntungkan anak.
Kehidupan keluarga yang disebutkan di atas akan membuat anak mengalami beberapa kondisi psikologis yaitu:

1. mengalami frustasi,
2. konflik-konflik psikologis
3. menjadi sebab delinkuen

Baik broken home maupun quasi broken home dapat menimbulkan ketidak harmonisan dalam keluarga atau disintegrasi sehingga memberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan anak. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali bukti adanya kenakalan anak, anak delinkuen berasal dari keluarga yang tidak normal tersebut.

2). Keadaan Jumlah Anak yang Kurang Menguntungkan dalam Keluarga

Salah satunya adalah kedudukan anak dalam keluarga misalnya anak sulung, bungsu, dan anak tunggal. Sering terjadi bahwa anak tunggal diperlakukan khusus seperti serba dimanjakan. Keadaan ini membuat anak berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Akibatnya akan terjadi konflik dalam diri anak. Muncul tekanan dalam jiwa anak karena kenyataan di masyarakat berbeda dengan perlakuan yang dimanjakan yang diterima anak ketika bersama orangtuanya.
a. Peranan Pendidik dan Sekolah

Penulis menempatkan sekolah sebagai salah satu faktor penyebab perilaku negatif anak disebabkan bukan pada sekolahnya atau pada pendidik, melainkan pada aspek lain dari interaksi di sekolah. Hal itu akan penulis uraikan pada paparan selanjutnya (alinea kedua). Hanya di sini penulis tegaskan bahwa sekolah memang mempunyai fungsi sosial yang berguna untuk anak sebagaimana yang diatur dalam Sistem Pendidikan Nasional yang terdapat dalam Undang-Undang RI No. 2 tahun 1989 yang menegaskan bahwa pendidikan nasional tertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berakhlak luhur serta memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian yang mandiri serta memiliki rasa kebangsaan.

Dalam konteks di atas, sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak. Selama menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara anak dan sesame, juga antara anak dan pendidik. Interaksi yang mereka lakukan sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental sehingga peserta didik bisa menjadi delinkuen.

Peserta didik maupun pendidik yang ada di lingkungan sekolah tidak semua berwatak baik. Pengaruh negatif ini dapat membentuk perilaku peserta didik lainnya, sehingga menjadi anak delinkuen. Pengaruh dari kesulitan ekonomi yang dialami pendidik dapat mempengaruhi perhatian tulusnya kepada peserta didik, atau kemarahan/sanksi-sanksi pendidik pada peserta didik sering mengakibatkan hubungan yang disharmonis. Proses pendidikan di sekolah maupun di rumah juga sangat berperan dalam membentuk perilaku peserta didik; orangtua dan pendidik harus bekerja sama dalam menjalani proses-proses pendidikan misalnya kurikulum dan jam belajar di sekolah maupun di rumah.

c. Peranan Masyarakat dan Pemerintah

Sama dengan penjelasan penulis pada bagian uraian tentang peranan pendidik dan sekolah, di sini juga penulis tekankan hal yang sama bahwa pada prinsipnya masyarakat mempunyai peranan membentuk perilaku anak secara positif. Akan tetapi, sering dalam masyarakat terjadi berbagai interaksi dari masyarakat yang homogen dengan berbagai prilaku sosial yang mempengaruhi anak sehingga berperilaku negatif. Hal ini tidak berarti bahwa anak harus dijauhkan dari masyarakat. Anak tetap hidup dan berinteraksi dengan masyarakat.

Anak sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian, pengangguran, mass media, dan fasilitas rekreasi.

Di dalam kehidupan social, adanya kekayaan dan kemiskinan mengakibatkan bahaya besar yaitu mempengaruhi jiwa manusia termasuk jiwa anak. Dalam kenyataan, ada sebagian anak miskin yang memiliki perasaan rendah diri sehingga anak-anak tersebut melakukan kejahatan, seperti pencurian, perampasan bahkan penganiayaan; ada kesan bahwa perbuatan delinkuen tersebut timbul sebagai kecemburuan untuk menyamakan dirinya dengan orang kaya.

Keinginan berbuat jahat kadang-kadang timbul karena berbagai media misalnya bacaan, gambar-gambar dan film yang berisi tentang seks, kekerasan, perilaku destruktif, dan perilaku amoral lainnya yang mempengaruhi perkembangan jiwa anak sehingga berperilaku buruk dalam kehidupan sehari-hari.

Salam
Yonas Muanley

Previous Post
Next Post
Related Posts

0 comments: